Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
3. Volatilitas Pasar sebagai Peluang: Filosofi Investasi Buffett yang Kontradiktif
Meskipun menentang tarif, Buffett mendesak investor untuk melihat kepanikan pasar sebagai peluang. Opininya di New York Times tahun 2008, “Beli Saham Amerika. Saya,” menganjurkan pembelian saham yang dinilai rendah selama krisis. Filosofi ini muncul kembali pada bulan April 2025 ketika tarif memicu penurunan Dow Jones sebesar 1.400 poin.
Dalam surat pemegang sahamnya tahun 2017, Buffett mengutip pernyataan Rudyard Kipling, “Jika Anda dapat tetap tenang ketika semua orang di sekitar Anda kehilangan akal sehat mereka… Jika Anda dapat menunggu dan tidak lelah dengan menunggu… Jika Anda dapat memercayai diri sendiri ketika semua orang meragukan Anda… Bumi dan semua isinya adalah milik Anda.”
Ia kemudian menasihati, “Takutlah ketika orang lain serakah, dan serakahlah ketika orang lain takut,” sebuah mantra yang menekankan nilai jangka panjang daripada kekacauan jangka pendek.
4. Mengulang Sejarah: Peringatan Buffett terhadap Kesalahan Era Smoot-Hawley
Referensi Buffett terhadap Smoot-Hawley menggarisbawahi keyakinannya bahwa tarif berisiko mengulangi kesalahan fatal. Tax Foundation memperkirakan tarif Trump dapat mengurangi PDB AS sebesar 0,7% — hambatan yang diperburuk oleh tindakan pembalasan.
Sebaliknya, tarif tahun 1930-an memperdalam Depresi Hebat, menyusutkan perdagangan global, dan memperburuk pengangguran. Skeptisisme Buffett berasal dari kecenderungan tarif untuk memicu kebijakan balasan daripada negosiasi yang konstruktif.
Baca Juga: Trik Ciamik Warren Buffett Soal Menjadi Kaya di Tengah Huru Hara Tarif Trump
5. Kekeliruan Peri Gigi: Mengapa Tarif Bukan Solusi yang Tidak Menyakitkan
Buffett memandang gagasan bahwa tarif tanpa rasa sakit memperkuat ekonomi sebagai mitos.
"Dalam ekonomi, Anda harus selalu bertanya: 'Lalu apa?'"
Ia memperingatkan, menunjuk pada konsekuensi yang tidak diinginkan.
Tax Foundation memproyeksikan tarif Trump dapat mengurangi lapangan kerja penuh waktu sebanyak 142.000 pekerjaan dan menurunkan upah sebanyak 1,9%.
Hasil ini bertentangan dengan klaim bahwa tarif melindungi industri dalam negeri, sebaliknya mengungkap perannya sebagai pajak regresif yang secara tidak proporsional memengaruhi rumah tangga berpendapatan rendah.
6. Konsekuensi yang Tidak Diinginkan: Inflasi, Pembalasan, dan Perlambatan Ekonomi
Tekanan inflasi tarif sudah mulai terlihat. Goldman Sachs merevisi probabilitas resesi AS menjadi 45% jika tarif terus berlanjut, sementara Morgan Stanley memperingatkan risiko resesi global sebesar 60%.
Jamie Dimon dari JPMorgan mencatat tarif "tentu akan memperlambat pertumbuhan," dengan mengutip potensi stagflasi.
Baca Juga: Warren Buffett Raup Cuan Besar di Tengah Badai Tarif Trump yang Guncang Pasar Global
Wendy Cutler dari Asia Society Policy Institute memperingatkan "penurunan signifikan dalam pertumbuhan ekonomi global" karena volume perdagangan menyusut dan bisnis menunda investasi.