Reporter: SS. Kurniawan | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - JENEWA. Tanggal 30 Januari 2021, satu tahun sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan keadaan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional atas wabah virus corona baru.
Saat itu, Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, ada kurang dari 100 kasus virus corona dan tidak ada kematian akibat Covid-19 di luar China.
Tapi, pekan lalu, kasus virus corona global menembus angka 100 juta. "Lebih banyak kasus telah dilaporkan dalam dua minggu terakhir dibanding selama enam bulan pertama pandemi," katanya di laman resmi WHO.
Setahun yang lalu, Tedros menyatakan, dunia memiliki "peluang jendela" untuk mencegah penyebaran virus baru tersebut secara luas. "Beberapa negara memperhatikan seruan itu, beberapa lainnya tidak," sebut dia.
Sekarang, ia menyebutkan, vaksin memberi kita kesempatan lain untuk mengendalikan pandemi. "Kita tidak boleh menyia-nyiakannya," tegas Tedros.
Baca Juga: WHO perbarui panduan penanganan pasien Covid-19, ini penjelasannya
Ada bahaya nyata
Tapi, dia mengungkapkan, pandemi telah mengekspos dan mengeksploitasi ketidaksetaraan dunia. Kini, ada bahaya nyata: vaksin, alat yang bisa membantu mengakhiri pandemi, bisa memperburuk ketidaksetaraan yang sama.
"Nasionalisme vaksin mungkin melayani tujuan politik jangka pendek. Tapi, itu pada akhirnya picik dan merugikan diri sendiri," ujar Tedros. "Kita tidak akan mengakhiri pandemi di mana pun sampai kita mengakhirinya di mana-mana".
Dunia telah mencapai titik balik kritis dalam pandemi. Namun, ini juga merupakan titik balik dalam sejarah: menghadapi krisis bersama, dapatkah negara bersatu dalam pendekatan yang sama?
Ketika sebuah desa terbakar, menurut Tedros, tidak masuk akal jika sekelompok kecil orang menimbun semua alat pemadam untuk mempertahankan rumah mereka sendiri.
"Api akan lebih cepat padam jika setiap orang memiliki alat pemadam dan bekerjasama secara serempak," katanya.
Baca Juga: Waspada! WHO bilang varian baru Covid-19 menyebar cepat di puluhan negara