kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

WHO Sebut Kebijakan Zero-Covid China Tidak Berkelanjutan, Mutasi Virus Jadi Alasan


Rabu, 11 Mei 2022 / 11:10 WIB
WHO Sebut Kebijakan Zero-Covid China Tidak Berkelanjutan, Mutasi Virus Jadi Alasan
ILUSTRASI. Lokasi pengujian Covid-19 di Beijing, China, Minggu (10/4/2022). REUTERS/Tingshu Wang


Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo

KONTAN.CO.ID - JENEWA. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus menilai bahwa kebijakan Zero-Covid yang diterapkan oleh China tidak berkelanjutan. WHO menganggap kemampuan mutasi virus corona akan menjadi penghalang.

Pihak WHO pun mengaku telah berdiskusi dengan China untuk menentukan langkah terbaik dan lebih berkelanjutan untuk mengatasi penyebaran Covid-19 di negara tersebut.

"Kami tidak berpikir itu berkelanjutan mengingat perilaku virus dan apa yang sekarang kami antisipasi di masa depan. Kami telah berdiskusi tentang masalah ini, dan kami menunjukkan bahwa pendekatannya tidak akan berkelanjutan. Perubahan akan sangat penting," kata Tedros dalam pengarahan hariannya hari Selasa (10/5).

Baca Juga: Covid-19 Punya Hubungan dengan Hepatitis Akut Misterius? Ini Penjelasan WHO

Mengutip Reuters, di bawah kebijakan Zero-Covid pihak berwenang harus mengunci area dengan populasi besar untuk menekan penyebaran virus, bahkan jika jumlah orang yang dinyatakan positif hanya sedikit.

Sayangnya, kebijakan tersebut telah menuai kritik baik dari kalangan warga maupun ilmuwan karena menyebabkan jutaan orang yang sehat ikut terkena dampak penguncian.

Kebijakan karantina ini juga dikritik karena kerap memisahkan banyak anak-anak dari orang tuanya dalam waktu yang lama. Di saat yang sama, kebijakan ini juga menempatkan kasus tanpa gejala di antara kasus dengan gejala.

Di Shanghai misalnya, salah satu kota terbesar di China ini sedang ada dalam karantina ketat karena lonjakan kasus Covid-19 dalam beberapa minggu terakhir. Penduduk Shanghai hanya diizinkan keluar dari kompleks untuk alasan darurat medis.

Bahkan banyak di antara mereka yang bahkan tidak diizinkan keluar dari pintu depan rumah mereka untuk sekadar berbaur dengan tetangga.

Baca Juga: WHO Deteksi Kemunculan Dua Sub-Varian Omicron Baru di Afrika Selatan

Banyak negara lain yang sebelumnya menerapkan metode yang sama kini mulai mengajak warganya untuk terbiasa hidup dengan virus.

Sejalan dengan Tedros, Direktur Situasi Darurat WHO Mike Ryan juga merasa kebijakan Zero-Covid China telah memiliki dampak pada hak asasi manusia. 

"Sebagai WHO, kami perlu menyeimbangkan tindakan pengendalian dengan dampaknya pada masyarakat, dampaknya pada ekonomi, dan itu terkadang tidak mudah," kata Ryan.

Ryan turut melaporkan bahwa China saat ini telah mencatat 15.000 kematian akibat Covid-19 sejak virus itu pertama kali muncul di Wuhan pada akhir 2019. Jumlah itu relatif rendah jika dibanding negara besar lain seperti AS dengan hampir 1 juta, Brasil dengan lebih dari 660 ribu, dan India yang lebih dari 520 ribu.

Melihat data itu, nyatanya kebijakan Zero-Covid juga mampu menekan angka kematian dalam dua tahun terakhir.



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

[X]
×