Sumber: USA Today | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Presiden AS Donald Trump mengatakan ia menerima undangan dari Presiden China Xi Jinping untuk melakukan kunjungan ke China pada April mendatang. Sebagai balasan, Trump juga mengundang Xi untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Gedung Putih pada akhir 2026.
USA Today melaporkan, Trump mengungkapkan rencana tersebut setelah keduanya berbicara via telepon pada 24 November, hampir empat pekan setelah pertemuan mereka di Korea Selatan pada 30 Oktober, pertemuan yang terjadi setelah berbulan-bulan ketegangan akibat kebijakan tarif Trump.
Dalam negosiasi itu, China sepakat kembali membeli kedelai dari Amerika Serikat dan menghentikan pembatasan ekspor mineral rare earth yang sebelumnya diperluas. Sebagai imbalannya, AS menurunkan tarif terhadap China sebesar 10%. Kedua negara juga sepakat menunda penerapan tarif tiga digit yang sebelumnya saling diancamkan.
“Sejak saat itu, kedua pihak telah menunjukkan kemajuan nyata dalam menjaga komitmen tetap berjalan,” kata Trump melalui Truth Social.
Dia menambahkan, “Sekarang kami bisa melihat gambaran yang lebih besar. Presiden Xi mengundang saya ke Beijing pada April, dan saya menerima. Saya pun mengundangnya untuk menjadi tamu negara di AS akhir tahun.”
Perjalanan Trump ke China nanti akan menjadi kunjungan pertama seorang presiden AS ke negara tersebut sejak Trump sendiri melakukan kunjungan kenegaraan pada 2017.
Baca Juga: Ekspektasi Rate Cut Menguat, Dolar Catat Pekan Terburuk dalam 4 Bulan Jumat (28/11)
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Mao Ning, mengatakan bahwa Xi menyampaikan dalam panggilan telepon itu bahwa hubungan China-AS menunjukkan arah yang “stabil dan positif” sejak pertemuan di Busan.
“Kedua pihak perlu menjaga momentum ini, terus bergerak ke arah yang benar dengan landasan kesetaraan, saling menghormati, dan manfaat bersama,” kata Ning.
Xi juga kembali menegaskan bahwa Taiwan adalah bagian dari China dan pengembalian Taiwan merupakan bagian dari tatanan dunia pascaperang. Ia menambahkan bahwa China dan AS pernah berjuang bersama melawan fasisme, dan kini seharusnya bekerja sama menjaga warisan hasil Perang Dunia II.
China menganggap Taiwan sebagai wilayahnya dan tidak menutup kemungkinan penggunaan kekuatan untuk mengambil alih pulau itu. Namun pemerintah Taiwan menolak klaim tersebut dan menegaskan bahwa masa depan Taiwan hanya bisa ditentukan oleh rakyatnya sendiri.
Tonton: KPK Lelang Aset Sitaan Korupsi, Ada Rumah Setya Novanto di NTT
Selama beberapa dekade, presiden AS mempertahankan posisi diplomatik yang disebut kebijakan Satu China, yang mengakui Republik Rakyat China sebagai satu-satunya pemerintah sah China, tetapi tetap mempertahankan hubungan tidak resmi dengan Taiwan.
Kesimpulan
Rencana kunjungan Trump ke Beijing dan undangan balasan untuk Xi ke Washington menandai fase baru dalam hubungan AS-China setelah periode tegang akibat perang tarif. Kedua negara menunjukkan tanda-tanda meredakan konflik ekonomi dengan kesepakatan perdagangan baru, sambil tetap membawa isu sensitif seperti Taiwan ke meja diplomasi. Jika momentum ini bertahan, hubungan kedua kekuatan dunia bisa bergerak dari kompetisi ke stabilitas yang lebih terkelola — meski risiko gesekan geopolitik masih besar













