Sumber: CNBC | Editor: Mesti Sinaga
Masa berkabung atas berpulangnya Raja Bhumibol Adulyadei, usai. Kini di bawah kekuasaan raja baru, kontrol negara semakin dalam di negara ekonomi terbesar kedua di Asia Tenggara itu.
Sensor yang ketat dan terbatasnya kebebasan berekspresi selama ini selalu menjadi catatan dalam penegakan hak asasi manusia di Thailand. Dan perkembangan belakangan ini menunjukkan kontrol negara yang kian intensif.
Di Kerajaan Thailand, perdana menteri memang mengelola urusan pemerintahan. Namun monarki selama berabad-abad masih menjadi institusi yang sangat dipuja. Hampir di semua rumah terpajang setidaknya satu foto raja.
Di Negeri Gajah Putih ini, orang yang melakukan penghinaan terhadap kerajaan dapat dikenai hukuman hingga 15 tahun penjara. Ya, undang-undang penghinaan terjadap raja (lese-majeste law) di negara ini merupakan yang paling ketat di dunia.
Sementara bagi mereka yang menentang atau menunjukkan ekspresi menolak peraturan militer - yang merupakan bentuk pemerintahan sejak 1932 - dapat diganjar tuduhan menghasut dengan ancaman hukuman tujuh tahun penjara.
Di awal bulan ini, Kementerian Masyarakat dan Ekonomi Digital mengeaurkan sebuah surat yang isinya melarang orang Thailand melakukan segala jenis interaksi dengan tiga kritikus terkenal: jurnalis Andrew MacGregor Marshall, sejarawan Somsak Jeamteerasakul dan akademisi Pavin Chachavalpongpun.
Warga yang mengikuti, menghubungi atau berbagi konten dari trio tersebut di internet bisa dituduh melanggar peraturan kejahatan komputer (Computer Crime Act).