Sumber: CNBC | Editor: Mesti Sinaga
Kepada CNBC Marshall mengatakan, Raja Vajiralongkorn yang memerintahkan pelarangan terhadap Jeamteerasakul, Chachavalpongpun dan dirinya sendiri.
"Bahaya yang sebenarnya datang dari raja baru, jauh lebih banyak daripada junta," kata Marshall. "Upaya untuk mengendalikan informasi sekarang yang paling menindas dan ekstrim yang pernah mereka lakukan di Thailand."
Marshall mengatakan, dia mulai menentang undang-undang lese-majeste karena dia yakin, "Orang Thailand pantas mengetahui kebenaran tentang sejarah dan politik mereka."
Adapun Chachavalpongpun adalah seorang profesor di Universitas Kyoto yang mengajukan status pengungsi di Jepang setelah keluarnya surat perintah penangkapan dirinya di Thailand .
Chachavalpongpun mengatakan, Thailand telah meningkatkan absolutisme setelah suksesi kerajaan tahun lalu, dan membuat menguatnya tingkat ketidakpuasan publik .
"Situasi tidak membaik saat raja baru itu sendiri ingin bermain politik. Keinginannya hanya meningkatkan kepercayaan militer dalam tindakan keras terhadap kritikus," katanya.
Salah satu indikaor yang menunjukkan Thailand menuju apa yang oleh Human Rights Watch disebut sebagai kediktatoran adalah penghapusan sebuah plakat peringatan yang menandai lahirnya demokrasi pada tahun 1932.
Plakat yang menjadi tanda perayaan Revolusi Siam yang menghapuskan monarki absolut tujuh abad, telah dihilangkan dari sebuah lapangan di pusat kota Bangkok.