Sumber: CNBC | Editor: Mesti Sinaga
Ketiga laki-laki tersebut - yang tetap dihormati di kalangan internasional- telah banyak menulis tentang kegagalan monarki menjalankan pemerintahan yang demokratis. Ketiganya juga menyerukan bahwa kerajaan perlu secara mendasar mereformasi kekuatannya.
Di antara topik tulisan mereka yang banyak mengundang perdebatan adalah tentang Dewan Penasihat negara, sebuah badan penasehat yang dipilih sendiri oleh raja. Dewan ini mengawasi penunjukan militer dan peradilan utama untuk melindungi kepentingan kerajaan.
Trio itu juga menyoroti kurangnya transparansi atas kekayaan keluarga kerajaan. Crown Property Bureau, yang mengelola investasi monarki, merupakan grup korporat terbesar di Thailand dengan aset US$ 37 miliar US$ 53 miliar. Namun, biro ini tunduk pada kontrol raja.
Marshall, Jeamteerasakul dan Chachavalpong yang telah meninggalkan negara bertahun-tahun lalu, masih menghadapi ancaman penangkapan jika mereka kembali menyinggung praktik kerajaan Thailand.
Akibat larangan tersebut, Marshall dan Chachavalpong mengatakan kepada CNBC, media sosial mereka masing-masing meningkat tajam, namun mereka tetap memperhatikan keselamatan keluarga mereka di Thailand.
Masyarakat internasional telah lama mengecam Bangkok karena menangkap dan menahan warga di bawah tuduhan lian-majeste dan hasutan.
"Larangan baru-baru ini bahkan lebih berat dari biasanya dan mencerminkan ketidaknyamanan atas kritik terhadap raja," kata Christian Lewis, Asia associate di konsultan risiko politik Eurasia Group.