Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - LONDON. Jumlah negara berkembang yang menghadapi krisis utang mencapai rekor. Isu ini akan menjadi agenda utama dalam pertemuan gubernur bank sentral, menteri keuangan, dan para pemimpin politik untuk pertemuan musim semi Grup Bank Dunia dan Dana Moneter Internasional (IMF) pada pekan depan.
Melansir Reuters, inflasi yang membengkak, meningkatnya biaya pinjaman, dan dolar yang menguat telah membuat pembayaran kembali pinjaman dan menghimpun dana menjadi jauh lebih mahal bagi puluhan negara berkembang. Kondisi ini mendorong beberapa negara mengalami gagal bayar tahun lalu.
Di bawah ini adalah beberapa negara yang menghadapi krisis utang atau telah gagal membayar pinjaman internasional:
1. MESIR
Ekonomi Mesir yang bergantung pada pariwisata terpukul oleh COVID-19 dan melonjaknya harga pangan dan energi. Kondisi ini membuat Mesir kekurangan dolar dan berjuang untuk membayar utang yang meningkat.
Kairo mendapatkan paket pinjaman IMF baru senilai US$ 3 miliar pada bulan Desember dengan berkomitmen pada mata uang yang fleksibel, peran yang lebih besar untuk sektor swasta dan berbagai reformasi moneter dan fiskal.
Pembatasan impor dan mata uang telah membebani aktivitas ekonomi, dan kekurangan mata uang asing terus berlanjut meskipun telah terjadi tiga kali devaluasi yang cukup besar sejak Maret 2022 yang mengurangi separuh nilai pound. Inflasi saat ini berada pada level tertinggi dalam lebih dari lima tahun terakhir di atas 30%.
Baca Juga: OPEC+ Pangkas Produksi Minyak, Bagaimana Pengaruhnya Terhadap Inflasi Indonesia?
2. EL SALVADOR
El Salvador berhasil menyelesaikan pembayaran obligasi senilai US$ 600 juta pada bulan Januari. Negara Amerika Tengah ini memiliki sekitar US$ 6,4 miliar obligasi Eurobond yang belum dibayar.
Meskipun pembayaran berikutnya tidak akan jatuh tempo hingga 2025, kekhawatiran tentang biaya layanan utang El Salvador yang tinggi dan rencana pembiayaan serta kebijakan fiskalnya telah menekan obligasinya ke dalam wilayah yang sangat rentan.
Langkah negara tersebut untuk menjadikan bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah pada September 2021 secara efektif menutup pintu bagi pembiayaan IMF. Namun, IMF mengakui, risiko atas penerimaan El Salvador terhadap bitcoin "belum terwujud".
Baca Juga: IMF Sebut Krisis Bank di AS Bisa Merembet ke Dana Pensiun