Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
BEIJING. Pemerintah China akhirnya menetapkan target pertumbuhan ekonomi tahun ini sebesar 6,5%. Angka ini memang lebih rendah dari target tahun sebelumnya sebesar 6,5%-7% dengan alasan stabilitas ekonomi China.
Perdana Menteri China Li Keqiang dalam laporannya di Kongres Rakyat Nasional, Minggu (5/3) menjelaskan bahwa fokus pemerintah saat ini memastikan stabilitas ekonomi, sebelum reshuffle kabinet yang akan dilakukan Presiden China Xi Jinping.
Pemerintah akan berupaya mendinginkan pasar perumahan, memperlambat kredit baru serta bergantung pada konsumsi domestik dan investasi swasta untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
"Pemerintah harus siap terhadap perkembangan yang terjadi dalam dan luar untuk menghadapi situasi yang lebih rumit," kata Li seperti dikutip Reuters. Ia menambahkan, ekonomi dunia yang masih lesu dan pengaruh proteksionisme Amerika Serikat juga menjadi pertimbangan China.
Direktur Kantor Penelitian Dewan Negara Huang Shouhong menilai, target pertumbuhan ekonomi 6,5% telah tepat. Ia yakin bahwa tidak ada masalah dengan lapangan pekerjaan dengan pertumbuhan ekonomi lebih rendah.
Pada tahun lalu, Pemerintah China menyebut ada 13,14 juta pekerja baru dengan jumlah pencari kerja berasal dari lulusan perguruan tinggi. Tahun ini, China berkomitmen menciptakan lebih dari 11 juta pekerja baru. Li menargetkan tahun ini bisa menciptakan lapangan kerja di perkotaan lebih dari 1 juta.
Upaya lain yang akan dilakukan Pemerintah China untuk menjaga ekonominya stabil adalah dengan mendorong reformasi aset BUMN tahun ini. Reformasi akan dilakukan di lebih dari 100 perusahaan yang dikelola pemerintah pusat dan ditargetkan rampung pada akhir tahun.
Hal ini dilakukan untuk mendorong modal swasta menghidupkan kembali sektor negara yang lamban. Hal ini langsung direspon Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional China yang berencana menghentikan pembangunan pembangkit listrik tenaga batubara dengan kapasitas 50 juta kilowatt. Hal ini sejalan dengan rencana China yang akan memotong kapasitas baja dan produksi batubara di tahun ini.
Resiko sistemik
Perdana Menteri Li menegaskan akan terus menerapkan kebijakan fiskal proaktif dan mempertahankan kebijakan moneter yang hati-hati dan netral. Caranya, Pemerintah China berusaha menjaga nilai tukar mata uang yuan agar tetap stabil.
Negara dengan ekonomi terbesar kedua dunia ini telah menandainya dalam beberapa bulan terakhir dengan menaikan secara bertahap suku bunga untuk beberapa fasilitas pinjaman. China, kata Li, mewaspadai risiko sistemik keuangan yang dapat terjadi.
"Kami akan menerapkan berbagai instrumen kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas dasar dalam likuiditas berkaca pada suku bunga pasar tetap pada tingkat yang sesuai," terang Li.
Michael Tien, pendiri pengecer pakaian G2000 Group, terkejut dengan target ekonomi China tersebut. Menurutnya, China perlu memperbanyak investasi asing.