Reporter: Handoyo | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Korea Utara kembali melontarkan peringatan keras menjelang dimulainya latihan militer gabungan antara Amerika Serikat, Korea Selatan, dan Jepang.
Latihan tahunan bertajuk “Freedom Edge” akan digelar mulai 15 September, dengan fokus meningkatkan kapabilitas operasi udara, laut, dan siber untuk menghadapi ancaman nuklir serta misil dari Pyongyang, menurut keterangan militer Korea Selatan.
Kim Yo Jong: “Konsekuensi Negatif” Menanti
Dalam pernyataan yang disampaikan melalui kantor berita resmi Korea Utara KCNA, Kim Yo Jong—adik perempuan sekaligus orang kepercayaan Pemimpin Tertinggi Kim Jong Un—mengecam keras latihan tersebut.
Baca Juga: PBB: Korea Utara Hukum Mati Lebih Banyak Warganya karena Tonton Film dan TV Asing
“Ini mengingatkan kita bahwa unjuk kekuatan sembrono yang dipertontonkan AS, Jepang, dan Korea Selatan di tempat yang salah, yakni di sekitar Republik Rakyat Demokratik Korea, pasti akan membawa konsekuensi negatif bagi mereka sendiri,” ujar Kim.
Latihan “Iron Mace” Juga Akan Digelar
Selain “Freedom Edge,” Korea Selatan dan Amerika Serikat berencana mengadakan latihan meja (tabletop exercises) “Iron Mace” pada pekan depan.
Latihan ini bertujuan mengintegrasikan kemampuan konvensional dan nuklir kedua negara dalam menghadapi potensi ancaman dari Korea Utara, sebagaimana dilaporkan media lokal Korea Selatan.
Peringatan dari Pejabat Tinggi Korea Utara
Dalam pernyataan terpisah yang juga disampaikan melalui KCNA, pejabat tinggi Partai Buruh Korea, Pak Jong Chon, menegaskan bahwa Pyongyang akan mengambil langkah balasan jika latihan tersebut dianggap terlalu provokatif.
Baca Juga: Xi Jinping Dukung Kerja Sama Lebih Erat dengan Korea Utara
“Jika kekuatan musuh terus membanggakan diri dengan unjuk kekuatan melalui latihan gabungan itu, Korea Utara akan mengambil tindakan balasan yang lebih jelas dan kuat,” kata Pak.
Kritik Lama Korea Utara terhadap Latihan Gabungan
Pyongyang secara konsisten mengkritik latihan militer gabungan AS dan Korea Selatan, yang dianggap sebagai latihan invasi terselubung. Dalam beberapa kasus sebelumnya, Korea Utara merespons latihan semacam itu dengan melakukan uji coba senjata balistik.
Sementara itu, Washington dan Seoul menegaskan bahwa latihan tersebut bersifat defensif, semata-mata untuk meningkatkan kesiapan militer menghadapi potensi ancaman di kawasan.