kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Akui Yerusalem Barat, Australia panen kritik, termasuk dari Israel


Selasa, 18 Desember 2018 / 08:51 WIB
Akui Yerusalem Barat, Australia panen kritik, termasuk dari Israel
ILUSTRASI. Kota Yerusalem


Sumber: DW.com | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID - DW. Ketika bekas Perdana Menteri Kevin Rudd lewat akun Twitternya mengecam kebijakan PM Scott Morrison digerakkan oleh keinginan untuk "menghibur pemerintahan kanan jauh Israel pimpinan Netanyahu," Canberra justru mendulang kritik dari pihak yang ingin didukung.

Tzachi Hanegbi, Menteri Kerjasama Regional Israel, menilai keputusan Australia memisahkan Yerusalem ke dalam dua wilayah merupakan "sebuah kesalahan." Seperti dilansir The Guardian, Hanegbi menilai kota suci tiga agama itu merupakan "satu entitas tak terpisah," yang berada di bawah "kendali abadi" Israel dan sebab itu tidak bisa diakui secara parsial.

Hal serupa ditulis harian moderat konservatif Israel, Jerusalem Post, yang menilai langkah Australia sebagai "setengah pengakuan" terhadap "entitas tak dikenal yang disebut sebagai Yerusalem Barat." Harian itu pun menyebut pengakuan setengah hati Canberra sebagai sesuatu yang "absurd."

PM Morrison diyakini sedang bertaruh lewat isu Yerusalem demi memenangkan Pemilihan Umum Federal pada 2019 mendatang. Dengan langkah ini Koalisi Liberal/Nasional berharap bisa mengamankan dukungan kelompok konservatif Kristen dan Yahudi.

Harian Western Magazine melaporkan perdana menteri ingin menjadikan isu pengakuan ibukota Israel sebagai agenda pemilu, jika Partai Buruh tidak mendukung langkah tersebut.

Morrison mengatakan pemimpin oposisi, Bill Shorten, harus memberikan dalih tandingan jika ingin mencabut pengakuan terhadap Yerusalem sebelum pemilu. "Dia harus menjelaskan kepada warga Australia kenapa kita ingin mundur dari sikap yang sudah selayaknya ditunjukkan oleh Australia, yakni dukungan penuh terhadap Israel," ujarnya kepada wartawan seperti dikutip Western Magazine.

Sejumlah analis sejak awal mengkhawatirkan isu Timur Tengah akan lebih banyak digerakkan oleh kepentingan politik dalam negeri, serupa ketika Presiden AS Donald Trump memindahkan kedutaan besar di Israel ke Yerusalem sebagai bentuk pengakuan resmi. Hal serupa bisa diamati pada reaksi sejumlah negara lain terhadap keputusan Canberra.

Pemerintah Joko Widodo di Indonesia yang bakal menghadapi pemilu April 2019 mendatang bersikap hati-hati dan meminta Australia sebagai imbasnya mengakui pula negara Palestina dan "bersikap kooperatif dalam upaya menuju perdamaian berkesinambungan dalam kerangka solusi dua negara."

Kini media-media Australia mengkhawatirkan pemerintah Indonesia akan terpaksa membatalkan penandatanganan perjanjian dagang antara kedua negara demi pemilu kepresidenan.

"Perdana Menteri hanya menyisakan dua opsi buat Jokowi," tulis Australian Financial Review dalam editorialnya, "Menerima sikap Australia dan mengalienasi fraksi konservatif Islam di dalam negeri, termasuk calon wakil presiden Ma'ruf Amin. Atau mengambil sikap keras terhadap Australia, termasuk menunda perjanjian perdagangan bebas."

Namun tidak semua pihak mengritisi sikap Australia terkait Yerusalem Barat. Meski turut melayangkan kecaman, Bahrain yang berkiblat kepada Arab Saudi dalam kebijakan luar negeri menilai langkah Canberra tidak berpengaruh dalam perjuangan kemerdekaan Palestina, tulis Menteri Luar Negeri Khalid bin Ahmed al-Khalifa lewat akun Twitternya.

"Sikap Australia tidak berdampak terhadap legitimitas tuntutan Palestina, yang terutama adalah Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina, dan tidak bertentangan dengan Inisiatif Perdamaian Arab."




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×