Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Catur Ari
Kendati terbilang masih muda, yakni di usia ke-35, kemunculan Alejandro Santo Domingo Davila sebagai penerus bisnis keluarga patut diperhitungkan. Jauh sebelum mewarisi kekayaan ayahnya, dia sudah berkecimpung dalam bisnis untuk menopang kekayaan keluarga. Pengalamannya dipercaya menjadi bekal mempertahankan dan mengembangkan bisnis keluarga. Lulusan fakultas seni Universitas Harvard ini kini memegang kekayaan sebesar US$ 9,5 miliar.
Alejandro memang baru menjadi salah satu orang terkaya dunia, setelah ayahnya, Julio Mario Santo Domingo Pumarejo meninggal Oktober 2011 lalu. Tentunya sang ayah bukan tanpa alasan mewariskan kekayaan sebesar US$ 9 miliar kepada Alejandro, yang merupakan anak tertua dari perkawinan kedua.
Alejandro disebut-sebut memiliki ciri sebagai pebisnis, rasional analitis, investor cermat, dan pemodal yang fokus dan detil. "Dari ayah saya belajar, dari banyak hal lainnya, yang penting adalah fokus pada bagaimana bisnis bisa menghasilkan, yaitu hati-hati, berani mengambil dan mengukur risiko," ujarnya seperti mengutip Columbia Reports.
Wejangan itulah yang barangkali memberanikan Santo Domingo mulai menggeluti bisnis pertama kali di tahun 2002. Alejandro meluncur di Quadrant Capital Advisor, perusahaan konsultan investasi yang berbasis di New York. Saat ini, dia memegang posisi managing director di perusahaan ini.
Pada 2005, bersama sepupunya, Carlos Alejandro Perez Davila dan Felipe Perez Davila, dia menegosiasikan tukar guling kepemilikan ayahnya di perusahaan pembuat bir Bavaria dengan 15% saham di SABMiller Plc, perusahaan sejenis asal Anglo Amerika Selatan.
Tukar guling senilai US$ 7,8 miliar ini yang melejitkan kekayaan keluarga Santo Domingo. Dalam perkembangannya, SABMiller, produsen bir terbesar kedua di Amerika Latin ini menjadi satu dari 100 lebih bisnis Santo Domingo Group.
Kontribusinya terbesar terhadap bisnis keluarga Santo Domingo. Sejak 2005 hingga saat ini, Alejandro menjabat sebagai Non-Executive Director dan Member of Nomination Committee di SABMiller.
Melalui SABMiller, seperti dilansir dalam guardian.co.uk, Santo Domingo Group tidak akan kesulitan mengepakkan sayap bisnisnya ke pasar China, Rusia, dan India. Bavaria kini dikenal sebagai salah satu tim manajemen terbaik di industri makanan dan minuman.
Alejandro juga membuka pintu bagi investor kelas internasional yang ingin menanamkan duitnya di SABMiller. Ini sebagai salah satu cara meningkatkan investasi di Kolombia. "Saya kira, aksi ini akan membuka mata investor. Potensinya besar untuk melakukan akuisisi, bisnis patungan, atau bahkan sekadar mengawali bisnis," imbuh dia.
Maklumlah, bisnis Santo Domingo Group hingga kini masih dikuasai keluarga besarnya sendiri. Padahal, sebagian besar perusahaan peninggalan Julio Mario tersebut tercatat menjadi raksasa industri bisnis di Kolombia. Hal ini diperkirakan, karena investor luar masih terlalu takut untuk masuk pasar Kolombia.
Alejandro akan menggunakan iklim investasi yang mulai membai kdi Kolombia. Baru-baru ini, Kolombia menjadi salah satu tujuan investasi untuk membangun usaha patungan atau akuisisi.
Memang, ini lebih seperti pemanasan. Sekadar menyegarkan ingatan, Februari tahun lalu, Divisi Keuangan Konsumen General Electric setuju untuk mengambil saham minoritas di salah satu grup perbankan terbesar Kolombia, Banco Colpatria.
Kembalinya iklim investasi yang positif karena situasi keamanan di Kolombia telah benar-benar membaik. Bukan hanya bagi penduduk lokal, tetapi juga bagi calon investor.
Ini membawa dampak positif bagi industri bisnis Kolombia. "Ketakutan masih ada, tidaklah mudah bagi kami untuk meyakinkan investor untuk datang. Tetapi, sejauh yang saya ketahui, Bogota adalah kota yang lebih aman ketimbang Meksiko, Rio de Janeiro, atau Sao Paulo," pungkas pewaris Santo Domingo ini. ?
(Bersambung)