Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - NEVADA. Amerika Serikat (AS) keluar dari perjanjian Perang Dingin dengan Rusia mengenai penghapusan penggunaan senjata nuklir. Donald Trump menyebut langkah ini diambil setelah AS menilai Moskow terlebih dahulu melanggangar perjanjian.
Intermediate-Range Nuclear Forces Treaty (Perjanjian INF) atau Perundingan Pasukan Nuklir Tingkat Menengah yang dinegosiasikan oleh Presiden Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev pada tahun 1987, mensyaratkan penghapusan rudal-rudal jarak pendek dan jarak menengah dan konvensional oleh kedua negara.
"Sayangnya Rusia tidak menghormati perjanjian itu sehingga kami akan mengakhiri perjanjian dan kami akan mundur," kata Trump seperti dilansir Reuters pada Minggu (21/10).
Washington yakin Moskow sedang mengembangkan dan telah menerapkan sistem yang peluncuran nuklir. Hal ini melanggar perjanjian INF yang dapat memungkinkan Moskow meluncurkan serangan nuklir di Eropa dalam waktu singkat. Rusia secara konsisten membantah pelanggaran tersebut.
Trump mengatakan Amerika Serikat akan mengembangkan senjata kecuali Rusia dan Cina setuju untuk menghentikan pembangunan. Cina bukan pihak dalam perjanjian namun telah banyak berinvestasi dalam rudal-rudal konvensional sebagai bagian dari strategi penolakan anti-akses.
Sementara INF telah melarang kepemilikan AS rudal balistik yang diluncurkan di darat atau rudal jelajah berkisar antara 500 km dan 5.500 km. Penasehat keamanan nasional Trump, John Bolton, akan mengunjungi Moskow minggu depan.
Wakil menteri luar negeri Rusia, Sergei Ryabkov, dalam komentar yang dilaporkan oleh kantor berita TASS, mengatakan penarikan AS secara sepihak dari perjanjian itu akan menjadi langkah yang sangat berbahaya.
Ryabkov juga dikutip mengatakan bahwa Washington lah yang gagal mematuhi perjanjian itu bukan bukan Moskow. Dia mengatakan Trump menggunakan perjanjian itu dalam upaya untuk memeras Kremlin, menempatkan resiko keamanan global. "Kami melihat upaya untuk secara efektif, menyajikan Rusia dengan ultimatum. Kami aka, tentu saja, tidak menerima ultimatum atau metode pemerasan," kata Ryabkov.