kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.443.000   13.000   0,91%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Amerika Serikat kembali menjadi tujuan investasi


Kamis, 27 Juni 2013 / 06:22 WIB
Amerika Serikat kembali menjadi tujuan investasi
ILUSTRASI. SUN tenor pendek banyak diburu investor domestik terutama perbankan.


Reporter: Sandy Baskoro | Editor: Sandy Baskoro

NEW YORK. Setelah 12 tahun absen, Amerika Serikat (AS) merebut kembali posisi puncak sebagai pilihan investasi asing langsung atau foreign direct investment (FDI). Dengan memperlihatkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, AS berhasil menggeser posisi China dalam survei sentimen investasi langsung.

AS mampu melompat dari posisi keempat pada tahun 2012, berdasarkan Indeks Kepercayaan Investasi Langsung Asing 2013 yang dirilis sebuah lembaga konsultan global, AT Kearney. Survei ini melibatkakn lebih dari 300 eksekutif perusahaan yang berasal dari 28 negara.

Survei yang berlangsung antara Oktober dan November 2012 itu menyoroti pandangan para eksekutif global bahwa para pekerja di AS menjadi lebih kompetitif. Hingga kini, pelemahan nilai tukar dollar AS juga turut mendongkrak profil ekspor negara berpenduduk terbesar ketiga di dunia itu.

Dengan kombinasi pemulihan pasar perumahan serta peningkatan produksi minyak dan gas, untuk pertama kalinya sejak 2001, AS kembali mengambil posisi teratas negara yang menjadi surga bagi investasi langsung.

Prospek investasi di AS tetap cerah, meskipun ketidakpastian kebijakan fiskal dan tumpukan utang masih menjadi perhatian serius.

Lebih dari separuh responden yakin, perekonomian global akan pulih dari ancaman krisis finansial dan resesi pada tahun 2014 (26% responden) dan tahun 2015 (28% responden). Angka tersebut bergeser dibandingkan survei tahun 2010, saat 42% responden percaya bahwa pemulihan ekonomi global akan terjadi dalam kurun waktu satu tahun.

"Para investor menunjukkan penilaian yang lebih matang tentang apa itu risiko dan apa harapan imbal hasil yang akan diraih, kemudian berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi pemulihan ekonomi global," tutur Paul Laudicina, Chairman Emeritus AT Kearney, dalam sebuah wawancara telepon dengan Reuters.

Peringkat Indeks Kepercayaan FDI juga mengukur bagaimana dinamika politik, ekonomi dan peraturan mempengaruhi investasi langsung.Berdasarkan survei AT Kearney, Amerika Serikat masuk dalam daftar teratas negara yang menerima FDI selama enam tahun berturut-turut.

Para responden optimistis dengan prospek Amerika, dimana 63% responden mengharapkan peekonomian terus tumbuh, dibandingkan 62% responden yang meyakini Eropa tidak akan bertumbuh atau kembali ke resesi dalam tiga tahun mendatang.

Survei itu juga memperlihatkan, 90% investor menyatakan krisis di Eropa telah dan akan mempengaruhi keputusan investasi mereka.

Sedangkan faktor yang mempengaruhi prospek FDI yang mengalir ke China, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, adalah upah buruh yang meningkat dua kali lipat sejak 2007. Kemudian biaya transportasi tinggi dan apresiasi nilai mata uangnya, renminbi, yang menyebabkan China kurang kompetitif dibanding negara alternatif seperti Meksiko.

Saat ini, para investor mungkin lebih optimistis dalam melihat prospek perekonomian dunia dibandingkan tahun lalu. Namun mereka masih menahan investasi menunggu solusi yang jelas terkait risiko saat ini seperti perlambatan ekonomi China dan krisis utang zona Eropa. Negara-negara di kawasan Eropa terperosok dalam resesi yang dimulai sejak krisis keuangan di Amerika Serikat pada 2008-2009.

Sementara investor menahan investasi, karena cemas dengan situasi ekonomi global. Di sisi lain perusahaan mengumpulkan dan menyimpan dana tunai.

Korporasi AS yang tercatat dalam indeks S&P 500 memegang dana tunai senilai US$ 900 miliar pada akhir Juni 2012, meningkat 40% dibandingkan posisi 2008 silam.

Surplus ini dinilai bisa menyulut pertumbuhan global yang lebih cepat ketika awan gelap makroekonomi global akhirnya menghilang.

Bahkan, ketika otoritas bank sentral AS mengucurkan program stimulus moneter, persepsi risiko antara negara berkembang dan negara maju relatif sama di hampir semua bidang, kecuali politik. "Dari volatilitas ekonomi makro dan permintaan konsumen hingga hambatan peraturan dan perpajakan, investor menilai, pasar negara berkembang memiliki tingkat risiko yang sama dengan pasar negara maju," tulis AT Kearney.




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Distribution Planning (SCMDP) Supply Chain Management Principles (SCMP)

[X]
×