Sumber: South China Morning Post | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Jepang bakal menggunakan drone untuk menggantikan petani. Hal ini disebabkan makin tuanya para petani yang dibarengi keengganan anak muda Jepang bekerja di sawah.
Seperti diberitakan South China Morning Post, Kementerian Pertanian Jepang berencana untuk menggunakan pesawat tanpa awak untuk memudahkan industri pertanian menghadapi berkurangnya petani di negara tersebut.
Dengan penggunaan teknologi ini, artinya berbagai pekerjaan kasar kini bisa dilakukan dari jarak jauh. "Drone mudah untuk dioperasikan dan dapat digunakan di berbagai kondisi lahan seperti di daerah berbukit dan pegunungan," kata seorang pejabat kementerian.
Untuk mewujudkan hal tersebut, kementerian akan melakukan serangkaian uji lapangan, di mana drone akan digunakan untuk menyemprotkan pestisida dan pupuk. Juga untuk menabur benih, mengangkut peralatan pertanian, hingga melakukan survei udara di lahan yang dilanda kekeringan atau penyakit tanaman.
Kevin Short, seorang profesor di Universitas Tokyo mengatakan makin tuanya tenaga kerja di sektor pertanian telah menjadi penyakit bagi industri ini dalam beberapa tahun ke belakang.
“Anak muda tidak ingin pekerjaan yang dianggap kotor, membosankan, dan bayarannya dinilai kurang menarik. Sementara perempuan muda juga tidak ingin menikah dengan keluarga petani karena mereka akan tinggal jauh dari keramaian," katanya.
Karena hal tersebut, dia bilang jumlah petani menurun tajam. Meski beberapa teknologi baru disebutnya telah digunakan untuk mendorong modernisasi pertanian.
"Beberapa petani telah menggunakan helikopter yang dikendalikan oleh radio kontrol untuk beberapa tugas, tetapi drone jauh lebih dapat dikendalikan dan relatif murah," ungkapnya.
Inisiatif pemerintah datang sebagai bagian dari paket proposal untuk sektor ini. Paket ini juga termasuk mengubah undang-undang yang memungkinkan perusahaan pertanian membeli lahan pertanian kecil dan tidak menguntungkan untuk dimerger.
“Begitu banyak lahan pertanian di seluruh Jepang ditinggalkan begitu saja karena tidak ada yang tersisa di komunitas ini untuk menanaminya. Sehingga apa pun yang dapat dilakukan pemerintah untuk membantu mereka yang masih bertani akan menjadi hal yang baik,” kata Short.
Menurut data statistik kementerian, Jepang pernah memiliki 11 juta petani pada tahun 1965. Tetapi angka itu telah berkurang menjadi hanya 2 juta petani pada saat ini. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, lebih dari 60% petani telah berusia di atas 65 tahun.
Saat ini 90% kebutuhan padi Jepang memang masih bisa dipenuhi dari dalam negeri. Namun tidak demikian halnya dengan sejumlah komoditas pertanian lain semisal kedelai.
Tingkat swasembada pangan Jepang berada di sekitar 40%, yang berarti 60% kalori yang dibutuhkan penduduk setiap hari harus berasal dari impor. Pemerintah menetapkan target tingkat swasembada pangan 50% pada tahun 2020, namun angka ini diprediksi bakal meleset.