kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Apple hingga Microsoft, lima raksasa teknologi diduga terlibat kematian pekerja anak


Selasa, 17 Desember 2019 / 19:42 WIB
Apple hingga Microsoft, lima raksasa teknologi diduga terlibat kematian pekerja anak
ILUSTRASI. Logo Apple Inc. REUTERS/Arnd Wiegmann/File Photo


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Mewakili 14 keluarga asal Republik Demokratik Kongo, International RIghts Advocates mengajukan gugatan ke Pengadilan Distrik Amerika Serikat di Washington terhadap Tesla Inc, Alphabet Inc, Apple Inc, Microsoft Corp, dan Dell Technologies Inc.

Lima raksasa teknologi ini diduga terlibat kematian pekerja anak di Kongo yang dipaksa menambang kobalt, logam yang jadi bahan baku pembuatan telepon selular, dan komputer. Ini jadi pertama kalinya pelaku industri teknologi menghadapi masalah hukum secara bersama-sama atas penambangan kobaltnya.

Baca Juga: Pengiriman lambat, Amazon minta penjual tidak menggunakan FedEx

Mengutip Reuters, Selasa (17/12) dalam gugatannya lima raksasa teknologi tersebut diduga menjadi bagian kerja paksa terhadap anak-anak di Kongo yang diklaim keluarga mereka menyebabkan cedera serius hingga kematian dalam menambang kobalt. Dalam dokumen ditunjukkan pula gambar anak-anak yang kehilangan anggota tubuhnya.

Anak-anak tersebut mendapat cedera akibat terowongan yang runtuh. 6 dari 14 anak tersebut bahkan dilaporkan tewas.

“Perusahaan-perusahaan ini merupakan perusahaan paling kaya di dunia, pembuat gawai mahal yang membuat anak terbunuh dan menjadi cacat demi mendapatkan kobalt yang murah,” kata Terrence Collingsworth, anggota kuasa hukum para keluarga korban.

Kobalt sendiri merupakan bagian penting dalam pembuatan baterai lithium untuk ponsel maupun komputer jinjing. Setengah produksi kobalt di dunia diketahui berada di Kongo. Permintaan global terhadap kobalt pun diperkirakan tiap tahun meningkat di kisaran 7%-13% selama satu dekade terakhir.

Baca Juga: Mantan Presiden Pakistan Pervez Musharraf dijatuhi hukuman mati

Dalam dokumen gugatannya, diketahui anak-anak tersebut bekerja di pertambangan kobalt milik perusahaan asal Inggris Glencore yang bahkan mempekerjakan anak di usia 6 tahun. Beberapa anak bahkan disebut cuma dapat bayaran US$ 1,50 per hari dan mesti bekerja 6 hari seminggu.

Menanggapi pemberitaan, Dell dalam surelnya kepada Reuters menyatakan bahwa pihaknya tak pernah mengetahui sumber kobalt berasal dari operasi yang menggunakan pekerja anak. Dell juga bilang pihaknya tengah memulai penyelidikan perkara ini.

Adapula Juru Bicara Glencore menyangkal telah mempekerjakan anak. Ia menyebut produksi kobalt di Kongo merupakan produk sampingan dari tambang tembaganya. Sementara Tesla, Apple, Google, dan Microsoft enggan menanggapi perkara ini.

“Kami tidak membeli atau memproses bijih besi yang ditambang secara artifisial. Glencore juga tidak mentoleransi segala bentuk pekerjaan anak, atau kerja paksa,” kata Juru Bicara Glencore

Baca Juga: Moody's: Utang korporasi China ancaman terbesar ekonomi global



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×