Sumber: Visual Capitalist | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Berbeda dengan sebagian besar negara yang masih bergulat dengan inflasi, China justru menghadapi deflasi sebesar -0,4% (yoy) pada Agustus. Penurunan harga ini mencerminkan melemahnya permintaan domestik.
Fenomena ini terkait masalah struktural yang lebih luas: populasi usia kerja menyusut, angka kelahiran menurun, dan masyarakat menua dengan cepat. Semua itu berpotensi menekan produktivitas dan konsumsi jangka panjang.
Selain itu, sektor properti yang dulunya menyumbang hingga 30% dari PDB China kini tengah melambat tajam, dengan harga rumah jatuh dan banyak pengembang gagal bayar, yang semakin melemahkan kepercayaan pasar dan rumah tangga.
Deflasi ini bisa jadi cerminan dari tantangan transisi ekonomi China — dari model pertumbuhan berbasis investasi menuju ekonomi berbasis konsumsi. Tanpa stimulus permintaan domestik atau perubahan kebijakan besar, tekanan deflasi dikhawatirkan akan berlarut, mengancam pertumbuhan jangka panjang dan perdagangan global.
Tonton: Rahasia Warren Buffett Hadapi Inflasi: Bukan Emas, tapi Investasi Ini
Lanskap Global: Inflasi Tidak Merata
Inflasi di Amerika Serikat naik ke 2,9%, tertinggi sejak Januari 2025.
Sementara Jepang (2,7%) dan Zona Euro (2,0%) mendekati target bank sentral mereka.
Kanada (1,9%) dan Korea Selatan (1,7%) menjadi negara dengan inflasi terendah di antara anggota G20.
Indonesia dan Arab Saudi mencatat inflasi moderat di kisaran 2,3%, relatif stabil dibanding negara lain.