Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - SEOUL. Pasukan angkatan laut Amerikan Serikat (AS), Jepang, dan Korea Selatan akan menggelar latihan militer bersama pada hari Jumat (30/9). Latihan kali ini akan fokus pada peningkatan kemampuan anti-kapal selam.
Dilansir dari Reuters, latihan ini akan berlangsung di wilayah perairan internasional di lepas pantai timur semenanjung Korea. Latihan akan berlangsung selama satu hari.
Latihan militer gabungan ini jadi semakin menarik karena dilakukan hanya beberapa hari setelah Korea Utara melakukan uji coba rudal. Ini juga dilakukan ketika Wakil Presiden AS, Kamala Harris, bersiap mengunjungi zona demiliterisasi Korea (DMZ) yang sangat sensitif.
Baca Juga: Wapres AS Kamala Harris Dijadwalkan Kunjungi Zona Demiliterisasi Korea
Angkatan Laut Korea Selatan dalam pernyataannya secara terang-terangan menyebut bahwa latihan ini dilakukan untuk menanggapi ancaman militer Korea Utara.
"Latihan ini dirancang untuk meningkatkan kemampuan mereka (angkatan laut) dalam menanggapi meningkatnya ancaman kapal selam Korea Utara, termasuk rudal balistik yang diluncurkan dari kapal selam (SLBM)," ungkap Angkatan Laut Korea Selatan.
Disebutkan juga bahwa Korea Utara telah secara konsisten menimbulkan ancaman nuklir dan rudal dengan serangkaian uji coba rudal balistik.
Baca Juga: Jepang dan China Merayakan 50 Tahun Normalisasi Hubungan Diplomatik
Dalam latihan ini, angkatan laut ketiga negara akan melacak kapal selam tiruan Korea Utara sambil bertukar informasi satu sama lain.
Kapal induk USS Ronald Reagan, kapal penjelajah peluru kendali USS Chancellorsville, kapal perusak yang dilengkapi Aegis USS Barry, kapal perusak Korea Selatan Munmu the Great dan kapal tanker Jepang Asahi adalah beberapa armada yang akan terlibat.
Latihan yang termasuk pelatihan maritim unggulan belum pernah dilakukan lagi sejak tahun 2017, karena Presiden Korea Selatan saat itu, Moon Jae-in, berusaha untuk meningkatkan hubungan baik antar-Korea.
Sayangnya, upaya Moon untuk memfasilitasi pembicaraan denuklirisasi antara Pyongyang dan Washington terhenti pada 2019. Sejak saat itu situasi semenanjung Korea kembali memanas.