Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Amerika Serikat (AS) meningkatkan kehadiran militernya di Timur Tengah di tengah konflik yang semakin panas antara Israel dan Iran.
Washington mengerahkan tambahan pesawat tempur F-16, F-22, dan F-35 serta memperpanjang masa tugas armada tempur yang sudah ada di kawasan.
“Penempatan ini bersifat defensif dan bertujuan untuk menangkal ancaman drone serta rudal," kata salah satu pejabat Departemen Pertahanan AS kepada Reuters, Selasa (17/6).
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Kian Naik Selasa (17/6), Brent ke US$75,35 dan WTI ke US$73,20
Langkah ini terjadi saat kedua negara terus saling melancarkan serangan udara. Israel menggempur ladang gas South Pars milik Iran dan Qatar serta depot minyak Shahran di Iran.
Sebagai balasan, Iran meluncurkan hampir 400 rudal balistik dan ratusan drone ke wilayah Israel.
Di saat yang sama, Presiden AS Donald Trump menegaskan niatnya untuk mengakhiri perseteruan nuklir dengan Iran melalui jalur diplomatik.
Ia membuka peluang untuk mengirim utusan tinggi ke Teheran.
“Saya ingin mengakhiri masalah nuklir Iran secara nyata,” kata Trump kepada wartawan usai menghadiri KTT G7 di Kanada, Senin (17/6).
“Mungkin saya akan kirim Steve Witkoff atau Wakil Presiden JD Vance untuk bertemu dengan pejabat Iran.”
Baca Juga: Dua Tanker Minyak Bertabrakan dan Terbakar di Dekat Selat Hormuz
Meski terbuka untuk diplomasi, Trump juga memperingatkan bahwa serangan Israel ke Iran belum akan mereda dalam waktu dekat.
“Anda akan melihat dalam dua hari ke depan. Tidak ada yang memperlambat sejauh ini,” ujar Trump.
Ia juga membantah kabar bahwa kepergiannya lebih awal dari KTT G7 berkaitan dengan rencana gencatan senjata.
“Itu bukan soal gencatan senjata. Akan ada sesuatu yang jauh lebih besar,” tulis Trump di platform Truth Social.
Baca Juga: Konflik Iran-Israel Memanas, Begini Proyeksi Pergerakan Mata Uang Komoditas
Israel: Penguasaan Udara dan Target Nuklir
Israel mengklaim telah menguasai ruang udara Iran dan mengisyaratkan bakal meningkatkan intensitas serangan untuk menghentikan program nuklir Teheran.
"Kami tidak akan berhenti sampai Iran tidak lagi mampu mengembangkan senjata nuklir," tegas Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, seperti dikutip dalam konferensi pers, Senin waktu setempat.
Sementara itu, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz mengeluarkan peringatan keras terhadap Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei.
“Saya memperingatkan diktator Iran agar berhenti melakukan kejahatan perang dan menembakkan rudal ke warga Israel. Kalau tidak, dia bisa bernasib sama seperti Saddam Hussein,” ujar Katz.
Baca Juga: Slovakia dan Ceko Evakuasi Warganya dari Israel di Tengah Perang Iran-Israel
Harga Minyak Naik, Risiko Selat Hormuz Mengintai
Pasar energi langsung merespons eskalasi ini. Harga minyak Brent naik 2,88% ke US$75,35 per barel, sementara WTI menguat 1,99% ke US$73,20 per barel.
Kekhawatiran meningkat menyusul insiden tabrakan dua kapal tanker di dekat Selat Hormuz, jalur ekspor sekitar 20% pasokan minyak dunia.
Meski tidak ada korban dan tumpahan minyak, insiden ini memperkuat risiko gangguan suplai energi global.
"Ini bukan kejadian satu kali. Situasinya sangat mirip dengan invasi Rusia ke Ukraina," kata Phil Flynn, analis senior Price Futures Group, dalam wawancara dengan Reuters.
Namun, sebagian analis masih memandang risiko gangguan Selat Hormuz sebagai low probability.
"Tidak ada pihak yang ingin menutup jalur ini. Iran butuh pendapatan, dan AS ingin harga minyak dan inflasi tetap rendah," ujar Ole Hansen, analis pasar komoditas Saxo Bank.
Baca Juga: Wall Street Dibuka Turun Selasa (17/6), Perang Israel - Iran Bayangi Sentimen Pasar
Iran Tertekan, Fasilitas Nuklir Rusak, Pejabat Tewas
Konflik juga menimbulkan kerugian signifikan di jajaran elite militer Iran.
Dalam lima hari terakhir, Israel dikabarkan telah menewaskan beberapa tokoh penting, termasuk Kepala Staf Perang Iran Ali Shadmani, hanya empat hari setelah menggantikan pejabat sebelumnya yang juga tewas dalam serangan.
Lima sumber yang dekat dengan lingkaran dalam Ayatollah Khamenei menyebut, kematian para penasihat utama meningkatkan risiko kesalahan strategi dan kekacauan komando di Iran.
"Militer Iran saat ini seperti kehilangan kepala. Ini tantangan terbesar sejak revolusi 1979," ujar salah satu sumber diplomatik Barat yang enggan disebutkan namanya.
Baca Juga: Trump Tinggalkan KTT G7 Lebih Awal dan Keluarkan Peringatan Keras untuk Iran
Dampak Energi dan Fokus Pasar Global
Serangan terhadap ladang gas South Pars sempat membuat Iran menghentikan sebagian produksinya.
Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar menyatakan, “Serangan tidak berdampak pada stabilitas produksi sejauh ini, tapi mengkhawatirkan semua pihak.”
Laporan International Energy Agency (IEA) juga menunjukkan bahwa pasokan minyak global masih memadai.
IEA merevisi turun permintaan global sebesar 20.000 barel per hari dan menaikkan estimasi pasokan sebesar 200.000 bph.
Namun, pasar tetap waspada terhadap potensi gangguan infrastruktur energi, terutama jika serangan meluas ke kilang dan terminal ekspor utama Iran.
"Pasar dalam posisi siaga tinggi. Jika ada serangan ke terminal ekspor atau ladang minyak besar, dampaknya akan sistemik," kata David Smith, Head of Marine McGill & Partners.