Penulis: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - Penduduk di wilayah utara India harus bertahan dengan polusi udara dengan level buruk pada hari Selasa (19/11). Lapisan kabut tebal beracun kini menyelimuti sebagian besar wilayah tersebut.
Mengutip Reuters, Indeks kualitas udara (AQI) di Delhi mencapai puncaknya di angka 491 pada hari Senin.
Situasi ini memaksa pemerintah untuk memberlakukan pembatasan pada pergerakan kendaraan dan kegiatan konstruksi, serta sekolah-sekolah untuk mengadakan kelas daring.
Baca Juga: 10 Orang Terkaya di Asia Tahun 2024: Masih Ada Mukesh Ambani dan Prajogo Pangestu
Pada hari Selasa, Badan Pengendalian Polusi Pusat India (CPCB) mencatat AQI di Delhi berada pada angka 488 pada skala 500. AQI sebesar 500 tercatat di sedikitnya lima stasiun di ibu kota.
CPCB mendefinisikan AQI 0-50 sebagai situasi "baik" dan di atas 401 sebagai situasi "parah." Di situasi parah, udara sudah memiliki risiko bagi orang sehat dan berdampak serius bagi mereka yang sudah mengidap penyakit.
India berjuang melawan polusi udara setiap musim dingin karena udara dingin dan berat menjebak debu, emisi, dan asap dari kebakaran.
Rangkaian kebakaran pertanian dimulai secara ilegal di negara bagian pertanian Punjab dan Haryana yang bersebelahan.
Baca Juga: Bertemu PM Modi, Prabowo Bahas Kesepakatan Impor Beras dari India
Tonton: Miliarder India Ini Pilih Wariskan Mayoritas Harta Rp 1,870 Triliun ke Anjingnya
Delhi Kota Paling Tercemar di Dunia
Kelompok pengamat kualitas udara dari Swiss, IQAir, menempatkan New Delhi sebagai kota paling tercemar di dunia dengan kualitas udara pada tingkat "berbahaya" dengan AQI 489.
Departemen cuaca India mengatakan, pergeseran lapisan kabut ke arah negara bagian utara Uttar Pradesh telah membantu meningkatkan jarak pandang di Delhi.
Jarak pandang turun hingga nol meter di ibu kota Uttar Pradesh, Agra, yang terletak di tenggara Delhi. Taj Mahal bahkan tertutup kabut asap beracun selama hampir seminggu.
Pemerintah telah menerapkan serangkaian program untuk mengurangi dampak polusi. Sayangnya, tindakan ketat ini justru merugikan produksi di lebih dari 3,4 juta usaha mikro, kecil, dan menengah di negara bagian Punjab, Haryana, dan Delhi.