Sumber: The Guardian | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Produsen mobil mewah asal Inggris, Aston Martin, mengeluarkan peringatan laba setelah menyalahkan tarif impor baru yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump.
Perusahaan meminta pemerintah Inggris agar memberikan dukungan yang lebih proaktif untuk membantu industri otomotif menghadapi dampak kebijakan perdagangan tersebut.
Aston Martin, yang memproduksi mobil di pabriknya di Warwickshire dan Wales Selatan, menurunkan kembali proyeksi labanya untuk kedua kalinya tahun ini. Perusahaan kini memperkirakan akan mencatat kerugian yang lebih besar dari £110 juta, batas bawah dari perkiraan sebelumnya.
Kritik terhadap Pemerintah Inggris dan Kebijakan Perdagangan AS
Dalam pernyataannya kepada investor, Aston Martin mengatakan telah menjalin “dialog positif” dengan pemerintahan AS, tetapi menilai dukungan dari menteri Inggris masih kurang aktif.
Baca Juga: Trump Akan Rayakan Ulang Tahun ke-80 dengan Pertarungan UFC di Gedung Putih
Perusahaan itu mendesak pejabat Inggris untuk melindungi kepentingan produsen dengan volume kecil, seperti Aston Martin, yang menyediakan ribuan lapangan kerja dan berkontribusi signifikan terhadap rantai pasokan otomotif nasional.
Kebijakan perdagangan Trump yang memicu perang dagang global telah mengguncang industri otomotif. Sejak 3 April 2025, AS memberlakukan tarif tambahan sebesar 25% di atas bea masuk sebelumnya yang sebesar 2,5%.
Kuota Ekspor 100.000 Mobil dan Kompleksitas Baru
Pada Mei lalu, Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mencapai kesepakatan untuk membatasi tarif hanya 10% bagi 100.000 mobil buatan Inggris per tahun. Kebijakan tersebut mulai berlaku pada 30 Juni, tepat di akhir kuartal kedua tahun keuangan Aston Martin.
Namun, Aston Martin mengkritik kesepakatan ini karena menilai mekanisme kuota tarif justru menambah kompleksitas dan membuat proyeksi keuangan perusahaan semakin sulit.
“Sistem kuota baru ini membatasi kemampuan kami untuk memperkirakan hasil keuangan hingga akhir tahun ini dan kuartal berikutnya pada 2026,” tulis perusahaan dalam laporannya.
Gangguan Rantai Pasok dan Serangan Siber
Selain faktor tarif, Aston Martin juga menyebut melemahnya permintaan sebagian disebabkan oleh kekhawatiran terhadap gangguan rantai pasok.
Baca Juga: Ekspor Alas Kaki Vietnam ke AS Anjlok 27% Akibat Tarif Baru Pemerintahan Trump
Hal ini terjadi setelah insiden serangan siber besar-besaran yang menimpa Jaguar Land Rover (JLR) — produsen otomotif terbesar di Inggris — yang memaksa perusahaan itu menghentikan sementara produksi.
Saham Anjlok, Produksi Tak Capai Target
Saham Aston Martin yang terdaftar di Bursa Efek London (LSE) anjlok lebih dari 11% pada awal perdagangan Senin, sebelum akhirnya sedikit pulih dan ditutup turun sekitar 7%.
Selama kuartal ketiga tahun ini, Aston Martin mengirimkan 1.430 unit mobil, di bawah target sebelumnya yang diperkirakan “sebanding” dengan 1.641 unit pada periode yang sama tahun lalu.
Hypercar Valhalla dan Rencana Penghematan
Penurunan penjualan terjadi saat Aston Martin bersiap meluncurkan Valhalla, hypercar bermesin tengah senilai $1 juta (sekitar £743.000) yang diharapkan dapat meningkatkan profitabilitas.
Pengiriman Valhalla dijadwalkan dimulai pada kuartal terakhir tahun keuangan ini, namun target sekitar 150 unit diperkirakan tidak akan tercapai karena kendala rekayasa dan keterlambatan produksi.
Perusahaan juga mengumumkan tinjauan ulang terhadap rencana pengeluaran dan investasi masa depan, yang kemungkinan akan memangkas investasi modal di bidang rekayasa dan pengembangan dari target sebelumnya sebesar £2 miliar untuk periode 2025–2029.
Aston Martin menambahkan bahwa pihaknya tidak lagi mengharapkan arus kas bebas positif pada paruh kedua tahun keuangan berjalan.
Respons Pemerintah Inggris
Menanggapi kritik tersebut, juru bicara pemerintah Inggris menyatakan bahwa sektor otomotif tetap menjadi prioritas utama dalam kesepakatan perdagangan dengan AS.
Baca Juga: Pemerintahan Trump Siap PHK Massal Pegawai Federal Jika Negosiasi Anggaran Macet
“Kami adalah satu-satunya negara yang memiliki tarif serendah 10% untuk ekspor mobil ke AS. Kebijakan ini melindungi ribuan lapangan kerja di sektor otomotif,” ujar juru bicara tersebut.
Pemerintah menegaskan akan terus bekerja sama dengan industri untuk memanfaatkan kuota ekspor secara efektif dan adil, serta memastikan Inggris tetap menjadi tujuan utama investasi manufaktur otomotif.
Pasar Mobil Inggris Masih Tumbuh
Terlepas dari kesulitan Aston Martin, pasar mobil Inggris secara keseluruhan menunjukkan pertumbuhan positif. Data dari Society of Motor Manufacturers and Traders (SMMT) menunjukkan penjualan mobil baru di Inggris naik 13,7% pada September menjadi 312.891 unit, kinerja terbaik sejak 2020.
Penjualan mobil listrik murni (EV) juga mencapai rekor tertinggi dengan 72.779 unit terdaftar, mencakup 23,3% pangsa pasar. Pertumbuhan ini didorong oleh diskon produsen, beragamnya model kendaraan, serta dukungan insentif pemerintah.