Sumber: Reuters | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - WASHINGTON. Perusahaan farmasi AstraZeneca mengumumkan rencana investasi sebesar US$ 50 miliar atau sekitar Rp 815 triliun (kurs Rp 16.305) di Amerika Serikat (AS) hingga tahun 2030, guna memperluas kapasitas manufaktur dan risetnya.
Investasi besar ini muncul di tengah meningkatnya tekanan dari kebijakan tarif yang didorong oleh Presiden AS Donald Trump.
Dana tersebut akan digunakan untuk membangun fasilitas manufaktur obat baru di Virginia serta memperluas kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D) dan produksi terapi sel di negara bagian Maryland, Massachusetts, California, Indiana, dan Texas.
Selain itu, AstraZeneca juga akan memperkuat jaringan pasokan uji klinisnya di AS serta mendukung pengembangan obat-obatan inovatif.
Baca Juga: Kupon Besar! Ini Cara Pemesanan Sukuk ST014, Investasi Rp 1 Juta Yield Rp 66.000
Ekspansi ini sejalan dengan target perusahaan untuk mencapai pendapatan tahunan sebesar US$ 80 miliar pada 2030, dengan setengahnya ditargetkan berasal dari pasar AS. Pada 2024, Amerika Serikat menyumbang lebih dari 40% total pendapatan AstraZeneca.
Langkah ini sekaligus menjadi respons terhadap ancaman kebijakan tarif yang diusung Presiden Trump, yang mendorong industri farmasi untuk meningkatkan produksi dalam negeri dan mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan baku atau obat jadi.
Trump juga menuntut agar harga obat di AS disesuaikan dengan harga yang berlaku di negara lain.
CEO AstraZeneca, Pascal Soriot, menyampaikan bahwa Amerika Serikat tidak dapat terus menanggung beban biaya riset dan pengembangan farmasi global.
Ia menyerukan agar negara-negara lain turut berkontribusi secara adil dengan menyesuaikan harga obat yang mereka bayarkan.
Baca Juga: Dibutuhkan Investasi Rp 13.033 Triliun Untuk Pertumbuhan Ekonomi 8% di 2029
Departemen Perdagangan AS saat ini tengah menyelidiki praktik impor farmasi, yang bisa menjadi dasar pemberlakuan tarif baru.
Menteri Perdagangan Howard Lutnick mengatakan, pemerintahan Trump berupaya mengatasi ketergantungan Amerika terhadap pasokan farmasi asing.
Meskipun ancaman tarif telah berulang kali disuarakan, Trump sempat mengisyaratkan akan memberi waktu 1 hingga 18 bulan bagi industri farmasi untuk melakukan penyesuaian sebelum kebijakan baru diberlakukan.
AstraZeneca menyatakan bahwa waktu dan lokasi pengumuman investasi ini berkaitan erat dengan kebijakan pemerintah AS, meskipun sebagian besar investasi akan tetap dilakukan demi mempersiapkan infrastruktur obat masa depan.
Rencana ini melengkapi investasi sebelumnya senilai US$ 3,5 miliar yang diumumkan pada November 2024.
Baca Juga: Begini Prospek Kinerja Emiten Baja di Tengah Sentimen Tarif Trump
Investasi sebesar US$ 50 miliar ini sejalan dengan komitmen serupa dari pesaing-pesaing utama seperti Roche, Eli Lilly, Johnson & Johnson, Novartis, dan Sanofi yang juga mengumumkan ekspansi besar pada tahun ini.
Gubernur Virginia, Glenn Youngkin, sekutu dekat Trump, turut hadir dalam acara pengumuman tersebut. Fasilitas baru di Virginia akan menjadi investasi manufaktur tunggal terbesar AstraZeneca, yang akan memproduksi bahan aktif untuk obat penurun berat badan, termasuk kandidat GLP-1 oral dan inhibitor PCSK9 untuk pengelolaan kolesterol.
AstraZeneca memperkirakan investasi ini akan menciptakan puluhan ribu lapangan kerja baru, namun belum memberikan rincian lebih lanjut. Saat ini, perusahaan mempekerjakan sekitar 18.000 orang di AS dari total tenaga kerja global sebanyak 90.000 orang.
Pada Januari lalu, AstraZeneca membatalkan rencana investasi sebesar 450 juta pound di pabrik vaksin Inggris karena pengurangan dukungan dari pemerintah setempat.
Baca Juga: Saham Perusahaan Teknologi Topang Wall Street di Tengah Perang Tarif AS-China
Awal bulan ini, The Times juga melaporkan bahwa perusahaan tengah mempertimbangkan untuk memindahkan pencatatan sahamnya dari London ke AS. Namun, pihak perusahaan belum memberikan komentar resmi terkait hal tersebut.