Sumber: Reuters | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Bank Dunia pada hari Senin (27/9) mengakui bahwa kemunculan varian Delta virus corona adalah salah satu penyebab terhambatnya pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Timur dan Pasifik.
Berdasarkan data Pembaruan Ekonomi Musim Gugur 2021 Asia Timur dan Pasifik Bank Dunia, aktivitas ekonomi mulai melambat pada kuartal kedua tahun 2021. Atas dasar itu, Bank Dunia menurunkan perkiraan pertumbuhan untuk sebagian besar negara di kawasan tersebut.
Bank Dunia mengakui kemunculan virus baru tahun awal tahun ini menyebabkan penurunan prospek pertumbuhan ekonomi hingga akhir tahun.
"Pada tahun 2020, kawasan ini berisi Covid-19, wilayah lain di dunia juga berjuang melawannya. Peningkatan kasus Covid-19 pada tahun 2021 telah menurunkan prospek pertumbuhan untuk tahun 2021," kata Manuela Ferro, Wakil Presiden Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga: Jepang dukung Taiwan bergabung di pakta perdagangan Trans-Pasifik
Kerusakan sistem yang diakibatkan oleh kemunculan Covid-19 kemungkinan akan mengganggu pertumbuhan dan meningkatkan ketidaksetaraan dalam jangka panjang. Bank Dunia berharap vaksinasi bisa menghidupkan kembali kegiatan ekonomi pada paruh pertama 2022.
Bank Dunia memperkirakan sebagian besar negara di kawasan tersebut, termasuk Indonesia dan Filipina, dapat memvaksinasi lebih dari 60% populasi mereka pada paruh pertama tahun 2022.
Lebih lanjut, laporan Bank Dunia menunjukkan bahwa ekonomi beberapa negara kepulauan Pasifik dan Myanmar merasakan dampak yang paling keras. Myanmar diperkirakan akan berkontraksi sebesar 18% sementara negara-negara kepulauan Pasifik diperkirakan akan menyusut 2,9%.
Dengan angka itu, Myanmar akan mengalami kontraksi terbesar di kawasan itu, disusul dengan melonjaknya angka kemiskinan.
"Tidak diragukan lagi pengambilalihan militer telah menyebabkan gangguan pada aktivitas ekonomi, dikombinasikan dengan gerakan pembangkangan oleh sipil sehingga jumlah orang yang bekerja menjadi lebih sedikit," kata Kepala Ekonom Bank Dunia Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo.