Sumber: Al Jazeera | Editor: Khomarul Hidayat
Uji klinis obat
Kekhawatiran seperti itu telah digaungkan oleh Komisi Kesehatan Nasional China. Para pejabat telah menekankan pentingnya mengurangi tingkat kematian di antara mereka yang terkena dampak lebih parah, biasanya orang-orang yang lebih tua atau yang memiliki masalah kesehatan yang ada seperti penyakit jantung, diabetes dan tekanan darah tinggi.
"Salah satu hal utama yang kami coba lakukan saat ini adalah mengurangi jumlah pasien yang kondisinya berkembang ke tahap sakit kritis dan meningkatkan tingkat kelangsungan hidup mereka yang telah mencapai tahap itu," kata dokter. "Untuk melakukan ini, kita perlu memahami obat mana yang akan membantu."
Baca Juga: Kian ganas, virus corona telah menjangkiti 64 negara, ini daftar lengkapnya
Sejauh ini, 293 uji klinis pada berbagai obat yang ada kemampuan untuk melawan virus corona baru, menurut data terbaru Clinical Trial Registry China.
"Terus terang, agak konyol bahwa begitu banyak uji klinis terus berlanjut, terutama mengingat fakta bahwa obat yang digunakan dalam beberapa uji coba praktis tidak memiliki kemungkinan efektif dalam mengobati penyakit ini," kata seorang dokter di sebuah lembaga penelitian terkemuka di Beijing yang meminta anonimitas kepada Al Jazeera.
Akibatnya, ini menyisakan lebih sedikit ruang percobaan yang benar-benar memiliki kesempatan untuk merawat pasien secara efektif dan secara tidak langsung memperlambat proses menemukan penyembuhan yang sebenarnya.
Meskipun saat ini tidak ada obat yang memungkinkan para ilmuwan untuk secara meyakinkan menentukan kemanjurannya melawan penyakit, di antara 293 obat atau kombinasi obat yang diuji, ada yang menonjol yakni Remdesivir. Obat antivirus ini diproduksi oleh perusahaan farmasi Gilead yang berpusat di Amerika Serikat.
“Hanya ada satu obat saat ini yang kami pikir mungkin memiliki khasiat nyata dan itu adalah Remdesivir,” kata Asisten Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Bruce Aylward mengatakan pada konferensi pers di Beijing setelah mengunjungi pusat penyebaran wabah di Wuhan.
Obat ini memulai debutnya dalam perang melawan COVID-19 pada awal bulan lalu ketika sebuah makalah yang melaporkan bahwa Remdesivir digunakan dalam pengobatan kasus pertama yang habis di AS.
Baca Juga: Dua WNI positif corona, apakah ditanggung BPJS Kesehatan?