kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,34   -28,38   -2.95%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Belum hapus konten berbahaya, Thailand laporkan Facebook dan Twitter ke polisi


Kamis, 24 September 2020 / 13:54 WIB
Belum hapus konten berbahaya, Thailand laporkan Facebook dan Twitter ke polisi
ILUSTRASI. Logo Twitter dan Facebook, yang sedang dilaporkan ke polisi oleh pemerintah Thailand


Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - BANGKOK. Pemerintah Thailand memulai mengambil tindakan hukum terhadap Facebook dan Twitter pada Kamis (24/9). Ini dilakukan karena kedua perusahaan tersebut mengabaikan permintaan pemerintah untuk menghapus konten yang dianggap terlarang pada Undang-Undang Kejahatan Komputer. 

Langkah ini juga menjadi tindakan hukum perdana terhadap perusahaan sosial media besar. Kementerian Digital Thailand  mengajukan keluhan hukum kepada polisi kejahatan dunia maya setelah kedua perusahaan media sosial tersebut melewatkan tenggat waktu 15 hari untuk mematuhi perintah penghapusan konten yang dikeluarkan pengadilan pada 27 Agustus lalu. 

Lebih lanjut Menteri Digital Thailand Puttipong Punnakanta mengatakan, tindakan serupa tidak dilakukan terhadap Alphabet, yang merupakan induk Google. Karena, perusahaan telah menghapus semua video YouTube yang dimaksud pada Rabu (23/9) malam.

"Ini pertama kalinya kami menggunakan Undang-Undang Kejahatan Komputer untuk mengambil tindakan terhadap platform karena tidak mematuhi perintah pengadilan," kata Puttipong kepada wartawan.

Baca Juga: Jack Ma terguling dari predikat orang terkaya di China, penggantinya raja galon

"Kecuali jika perusahaan mengirim perwakilan mereka untuk bernegosiasi, polisi dapat mengajukan kasus pidana terhadap mereka. Tetapi jika mereka melakukannya, dan mengakui kesalahan tersebut, kami dapat menetapkan denda."

Puttipong tidak mengungkapkan detail konten atau mengatakan hukum apa yang telah dilanggar. Keluhan itu ditujukan kepada perusahaan induk yang berada di Amerika Serikat (AS), dan bukan ke anak perusahaan yang berada di Thailand. 

Kementerian akan mengajukan lebih banyak permintaan penghapusan seperti itu ke Facebook, Twitter, dan Google. Platform media sosial tersebut diperkirakan harus menghapus lebih dari 3.000 item dari platform mereka. Mulai dari konten pornografi hingga kritik terhadap monarki.

Twitter menolak berkomentar, sementara Facebook dan Google tidak menanggapi permintaan komentar Reuters.

Thailand memiliki hukum lese majeste hukum, yang melarang penghinaan terhadap monarki, termasuk salah satu hukum yang paling ketat di dunia

Undang-undang Kejahatan Komputer, yang melarang pengunggahan informasi yang salah atau mempengaruhi keamanan nasional, juga telah digunakan untuk menuntut kritik online terhadap keluarga kerajaan.

Dalam beberapa tahun terakhir, pihak berwenang telah mengajukan perintah pengadilan dengan permintaan ke platform media sosial untuk membatasi atau menghapus penghinaan kerajaan dan konten ilegal lainnya seperti perjudian atau pelanggaran hak cipta.

Baca Juga: Robot Gundam raksasa mulai jalani uji coba, seperti apa penampakannya?

Berdasarkan Undang-undang, mengabaikan perintah pengadilan dapat mengakibatkan denda hingga 200.000 baht setara US$ 6.347, kemudian 5.000 baht setara US$ 159 per hari hingga perintah tersebut dipatuhi.

Kementerian juga mengajukan keluhan kejahatan dunia maya terpisah terhadap lima orang yang katanya mengkritik monarki di Facebook dan Twitter selama demonstrasi anti-pemerintah besar-besaran pada akhir pekan, kata Puttipong.

Selanjutnya: Antisipasi corona, penampilan publik Kim Jong-un turun drastis di tahun ini




TERBARU

[X]
×