Sumber: Reuters | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - Boeing mengajukan tawaran gaji terbaik dan terakhir kepada ribuan pekerja yang mogok pada hari Senin. Sayangnya, serikat pekerja menolak untuk melakukan pemungutan suara, karena Boeing menolak untuk berunding atas proposal yang tidak memenuhi tuntutan anggota.
Boeing menawarkan untuk mengembalikan bonus kinerja, meningkatkan tunjangan pensiun, dan menggandakan bonus ratifikasi menjadi US$6.000, para pekerja bisa menerima tawaran tersebut paling lambat hari Jumat, menurut surat yang dikirim kepada pejabat Asosiasi Pekerja Mesin dan Dirgantara Internasional oleh perusahaan tersebut.
Boeing berada di bawah tekanan yang semakin meningkat untuk mengakhiri aksi mogok kerja yang dapat merugikan perusahaan dan menggerogoti keuangan perusahaan yang sudah terbebani dan mengancam penurunan peringkat kreditnya.
Tetapi Distrik 751 IAM mengatakan tidak akan mengadakan pemungutan suara baru atas tawaran tersebut.
Baca Juga: Albania Berencana Bentuk Negara Islam Mikro ala Vatikan
"Secara logistik, kami tidak memiliki kemampuan untuk mengadakan pemungutan suara bagi 33.000 orang dalam beberapa hari seperti itu. Ditambah lagi, hal itu tidak memenuhi sasaran pada banyak hal yang menurut anggota kami penting bagi mereka," kata Jon Holden, presiden Distrik 751 IAM yang merupakan negosiator utama kontrak Boeing.
Ia mengatakan serikat pekerja berencana untuk mensurvei anggota pada Senin malam untuk mendapatkan pandangan mereka tentang proposal Boeing terbaru.
"Kami tidak berkewajiban untuk memberikan suara (atas) tawaran mereka," kata Holden dalam sebuah wawancara dengan Reuters.
"Kami mungkin akan melakukannya nanti. Namun, harapan kami adalah kami dapat berdiskusi sehingga kami benar-benar dapat memenuhi kebutuhan anggota kami."
Ia mengatakan proposal Boeing tidak sepenuhnya memenuhi prioritas seputar pensiun, upah, dan isu-isu lainnya.
Boeing mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa penawaran terbarunya, yang muncul setelah mediasi federal yang gagal minggu lalu, telah membuat perbaikan signifikan dan memenuhi umpan balik dari serikat pekerja dan karyawan.
"Kami pertama-tama menyampaikan penawaran tersebut kepada serikat pekerja dan kemudian secara transparan membagikan detailnya kepada karyawan," kata perusahaan tersebut.
Lebih dari 32.000 pekerja Boeing di Portland dan wilayah Seattle mogok kerja pada 13 September dalam aksi mogok pertama serikat pekerja sejak 2008.
Para pekerja, yang menuntut kenaikan gaji 40% serta pemulihan bonus kinerja, menolak tawaran sebelumnya dari perusahaan.
Kepala pesawat komersial Boeing Stephanie Pope telah memberi tahu para pekerja sebelum aksi mogok bahwa perusahaan tidak menahan apa pun dan bahwa tawarannya saat itu adalah kesepakatan terbaik yang akan mereka dapatkan.
"Para karyawan tahu bahwa para eksekutif Boeing dapat bekerja lebih baik, dan ini menunjukkan bahwa para pekerja benar selama ini," kata Presiden IAM Brian Bryant dalam sebuah pernyataan.
Baca Juga: Metrodata Electronics (MTDL) dan Vietnam Bikin Perusahaan Patungan Keamanan Siber
Mogok kerja tersebut merupakan peristiwa terbaru dalam tahun yang penuh gejolak bagi perusahaan yang dimulai dengan insiden pada bulan Januari di mana panel pintu terlepas dari jet 737 MAX baru di udara.
Kesepakatan sementara sebelumnya antara Boeing dan serikat pekerja yang menawarkan kenaikan gaji sebesar 25% selama empat tahun dan komitmen bahwa pesawat baru akan diproduksi di wilayah Seattle jika diluncurkan selama perjanjian empat tahun tersebut ditolak oleh lebih dari 90% pekerja bulan ini.
Boeing telah membekukan perekrutan dan memulai cuti bagi ribuan karyawan AS untuk mengurangi biaya di tengah pemogokan.
Boeing telah merencanakan agar para pekerja mengambil cuti selama satu minggu setiap empat minggu secara bergilir selama pemogokan berlangsung.
Cuti yang luas tersebut menunjukkan bahwa CEO baru Kelly Ortberg sedang mempersiapkan Boeing untuk menghadapi pemogokan berkepanjangan yang mungkin tidak mudah diselesaikan mengingat kemarahan di antara para pekerja biasa.
Baca Juga: Rusia Tak Akan Uji Coba Senjata Nuklir dengan 1 Syarat Ini