Sumber: CoinDesk | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu bursa kripto terbesar, Bybit, mengalami peretasan besar-besaran yang mengakibatkan kehilangan aset senilai hampir US$1,5 miliar (sekitar Rp 24 triliun) dalam bentuk Ethereum (ETH). Insiden ini diyakini dilakukan oleh kelompok peretas asal Korea Utara, Lazarus Group.
Data dari DeFiLlama menunjukkan bahwa total aset yang dilacak pada dompet terkait Bybit turun drastis dari sekitar US$16,9 miliar menjadi US$11,2 miliar dalam waktu singkat. Bursa ini kini sedang berusaha memahami bagaimana peretasan ini bisa terjadi.
Dampak dan Respon Bybit
Dalam sesi diskusi di platform X, CEO Bybit, Ben Zhou, mengungkapkan bahwa setelah peretasan terjadi, ia segera memobilisasi seluruh tim untuk menangani proses penarikan dana dan merespons kekhawatiran pengguna.
Baca Juga: Dampak Kebijakan Pro-Kripto Donald Trump dalam 30 Hari Pertamanya sebagai Presiden AS
Zhou menjelaskan bahwa sekitar 70% dari ETH milik klien berhasil dicuri, memaksa Bybit untuk mencari pinjaman guna memenuhi permintaan penarikan dana. Namun, yang mengejutkan adalah mayoritas pengguna justru menarik stablecoin, bukan ETH.
Bybit mengklaim memiliki cadangan untuk menutupi penarikan ini, tetapi situasi semakin kompleks setelah Safe, protokol kustodian terdesentralisasi, memutuskan untuk menonaktifkan sementara fungsi dompet pintarnya demi memastikan keamanan platform. Akibatnya, US$3 miliar USDT milik Bybit yang tersimpan di Safe menjadi tidak dapat diakses sementara waktu.
Untuk mengatasi situasi ini, tim keamanan Bybit berusaha menemukan cara agar dana dapat ditarik dengan aman. Zhou menginstruksikan timnya untuk mengembangkan perangkat lunak berbasis Etherscan guna memverifikasi tanda tangan transaksi secara manual dan memindahkan dana kembali ke dompet yang lebih aman.
Lonjakan Penarikan Dana dan Krisis Kepercayaan
Dalam dua jam pertama setelah peretasan, permintaan penarikan dana melonjak hingga lebih dari US$100 juta. Hal ini menciptakan efek "bank run," di mana sekitar 50% dari total dana di Bybit ditarik oleh pengguna dalam waktu singkat.
Setelah menghadapi gelombang penarikan besar-besaran, Bybit akhirnya memutuskan untuk mengalihkan sebagian besar dana dari dompet Safe dan sedang mencari sistem pengganti yang lebih aman.
Baca Juga: Sikapi Aksi Peretasan Aset Kripto Dengan Analisis Rasional
Opsi "Rollback" Ethereum: Apakah Mungkin?
Sejak insiden terjadi, Bybit telah berkoordinasi dengan otoritas Singapura serta melibatkan perusahaan analisis blockchain seperti Chainalysis untuk melacak dana yang dicuri. Menariknya, salah satu solusi yang sempat dipertimbangkan adalah "rollback" blockchain Ethereum, sebagaimana yang diusulkan oleh beberapa tokoh industri, termasuk Arthur Hayes, pendiri BitMEX.
Zhou menyatakan bahwa pihaknya telah berdiskusi dengan Vitalik Buterin dan Ethereum Foundation terkait kemungkinan rollback. Namun, ia mengakui bahwa keputusan semacam ini bukanlah hal yang bisa ditentukan oleh satu pihak saja, melainkan harus berdasarkan konsensus komunitas.
Secara teknis, rollback blockchain berarti mengubah status jaringan agar transaksi yang telah terjadi dapat dibatalkan.
Meskipun hal ini mungkin dilakukan pada Bitcoin, Ethereum memiliki sistem yang lebih kompleks dengan interaksi smart contract dan arsitektur berbasis state, sehingga implementasi rollback akan jauh lebih sulit dan berpotensi menyebabkan perpecahan dalam jaringan Ethereum (hard fork).
Baca Juga: 11 Pilihan Aplikasi Jual Beli Aset Kripto Resmi BAPPEBTI dan Panduan untuk Pemula
Penyebab Peretasan Masih Diselidiki
Hingga saat ini, penyebab pasti peretasan masih belum diketahui. Bybit telah melakukan audit terhadap perangkat internal mereka dan tidak menemukan indikasi bahwa laptop atau sistem internal mereka telah dikompromikan.
Zhou mengungkapkan bahwa pergerakan tanda tangan transaksi tampak normal, tetapi ada kemungkinan bahwa celah keamanan berasal dari dompet Safe yang digunakan oleh Bybit.