Sumber: Fortune | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Starbucks Corp. sedang membuat langkah signifikan di bawah kepemimpinan baru Chief Executive Officer (CEO) Brian Niccol dengan menciptakan posisi global chief brand.
Langkah ini bertujuan untuk menghidupkan kembali penjualan dan mengembalikan suasana kafe yang nyaman yang dikenal dari Starbucks. Langkah pertama Niccol sejak mengambil alih kursi CEO minggu lalu adalah pembentukan posisi Chief Brand Officer Global.
Pembentukan Posisi Chief Brand Officer Global
Dalam langkah strategis pertamanya, Starbucks mengumumkan penciptaan posisi Chief Brand Officer Global yang akan mengawasi berbagai aspek penting perusahaan, termasuk produk, pemasaran, digital, wawasan pelanggan, kreativitas, dan konsep toko.
Baca Juga: Restoran Merek Global Masih Ekspansif
Posisi ini diharapkan dapat memberikan arahan yang lebih terintegrasi dan kohesif terhadap brand Starbucks, serta memastikan bahwa setiap elemen dari merek tersebut selaras dengan visi perusahaan untuk menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih baik dan konsisten di seluruh dunia.
Starbucks juga mengumumkan bahwa Michael Conway, CEO Starbucks North America, akan pensiun pada bulan November. Conway, yang telah bekerja di Starbucks selama sekitar 12 tahun, diangkat ke posisinya saat ini pada bulan Maret sebagai bagian dari reorganisasi yang dilakukan oleh CEO sebelumnya, Laxman Narasimhan.
Narasimhan sendiri meninggalkan Starbucks secara tiba-tiba bulan lalu. Conway, yang berusia 58 tahun, sebelumnya sudah mendiskusikan keputusan pensiun dengan keluarganya. Setelah pensiun, Conway akan tetap berada di perusahaan sebagai penasihat eksekutif hingga masa pensiunnya.
Dampak Pergantian Kepemimpinan
Keputusan untuk mengeluarkan Narasimhan pada pertengahan Agustus lalu terjadi setelah dua kuartal berturut-turut penurunan penjualan mengecewakan para investor dan mengguncang kepercayaan mereka terhadap manajemen.
Baca Juga: Starbucks Tunjuk CEO Resto Cepat Saji Chipotle, Brian Niccol jadi CEO Baru
Starbucks menghadapi permintaan yang lebih rendah karena harga yang lebih tinggi menggerogoti daya beli konsumen. Selain itu, boikot atas sikap perusahaan dalam konflik Israel-Hamas juga telah mempengaruhi kinerja Starbucks.
Niccol, yang memulai masa jabatannya pada 9 September, menyatakan fokus utamanya adalah menjadikan lokasi Starbucks sebagai tempat yang “mengundang untuk berlama-lama.” Ia menambahkan bahwa ada perasaan bahwa perusahaan telah menyimpang dari inti nilai-nilainya, dan bahwa pelanggan terlalu lama menunggu pesanan mereka.