Sumber: Al Jazeera | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. China dan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) resmi meningkatkan perjanjian perdagangan bebas mereka menjadi versi terbaru, ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA) 3.0, seiring meningkatnya hubungan dagang kedua kawasan di tengah bayang-bayang perang dagang Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Penandatanganan kesepakatan tersebut berlangsung di sela-sela KTT ASEAN ke-47 di Kuala Lumpur, Selasa (22/10), disaksikan langsung oleh Perdana Menteri China Li Qiang dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Menurut pernyataan Dewan Negara China (State Council), versi terbaru dari perjanjian ini akan memperluas kerja sama dalam bidang infrastruktur, transformasi digital dan hijau, fasilitasi perdagangan, serta pertukaran antar-masyarakat (people-to-people exchanges).
Kesepakatan ini melanjutkan perjanjian perdagangan bebas pertama antara ASEAN dan China yang mulai berlaku pada tahun 2010.
Hubungan Dagang Semakin Erat di Tengah Perang Dagang AS–China
Dalam beberapa tahun terakhir, ASEAN dan China telah menjadi mitra dagang terbesar satu sama lain, didorong oleh strategi “China Plus One” yang berkembang pasca pecahnya perang dagang antara AS dan China pada 2018.
Baca Juga: China Ambil Peran di KTT ASEAN, Dorong Multilateralisme dalam Perdagangan Regional
Hingga sembilan bulan pertama tahun 2025, volume perdagangan antara China dan ASEAN mencapai US$785 miliar, naik 9,6% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Sebagian besar perdagangan ini mencerminkan rantai pasok manufaktur terintegrasi, tetapi juga mencakup produk jadi dari China yang kini semakin banyak dikonsumsi di pasar Asia Tenggara.
Dalam pidatonya di KTT ASEAN, Perdana Menteri Li Qiang memuji semakin dalamnya hubungan ekonomi kedua pihak dan menyampaikan harapannya agar kerja sama tersebut semakin luas dan berkualitas tinggi di bawah versi terbaru perjanjian tersebut.
“Kerja sama di berbagai bidang telah menghasilkan capaian yang signifikan. Volume perdagangan terus tumbuh stabil, dan pemerintah negara-negara ASEAN telah mendorong pertukaran antar-masyarakat yang semakin erat,” ujar Li.
China Butuh ASEAN di Tengah Ketegangan dengan AS dan Uni Eropa
Menurut Zhiwu Chen, profesor keuangan di University of Hong Kong, peningkatan perjanjian ACFTA 3.0 ini datang pada saat China berusaha memperkuat hubungan ekonominya dengan ASEAN.
Baca Juga: Ini Rangkaian Negosiasi Trump di KTT Asean
“Ini sangat penting bagi China, karena ketegangan dagangnya dengan AS dan Uni Eropa terus meningkat. China membutuhkan negara-negara ASEAN. Di sisi lain, ini juga menjadi kesempatan bagi ASEAN untuk memanfaatkan momentum tersebut,” katanya kepada Al Jazeera, menggambarkan kesepakatan ini sebagai ‘win-win solution’ bagi kedua pihak.
Li Qiang Sindir Kebijakan Tarif Trump
Dalam kesempatan yang sama, Li Qiang juga menyinggung tarif proteksionis yang diberlakukan oleh Presiden Trump, yang menurutnya telah mengganggu tatanan perdagangan global dan memperburuk ketidakpastian ekonomi internasional.
“Unilateralisme dan proteksionisme telah mengacaukan tatanan ekonomi dan perdagangan dunia. Kekuatan eksternal semakin banyak ikut campur di kawasan kita, dan banyak negara secara tidak adil terkena tarif tinggi,” ujar Li.
Trump Tandatangani Serangkaian Kesepakatan Dagang Bilateral di ASEAN
Presiden Donald Trump, yang juga hadir dalam KTT ASEAN, memanfaatkan momentum tersebut untuk menandatangani sejumlah kesepakatan dagang bilateral dengan beberapa negara anggota ASEAN.
Trump menandatangani perjanjian dagang dengan Kamboja dan Malaysia, serta kerangka kerja sama (framework agreements) dengan Thailand dan Vietnam. Langkah ini menegaskan preferensi Trump terhadap model kesepakatan dagang satu lawan satu (bilateral), bukan perjanjian multilateral.
Baca Juga: Donald Trump di Depan Para Pemimpin Negara ASEAN: AS Bersama Anda 100%!
Kesepakatan itu juga memperkuat penerapan “tarif timbal balik” (reciprocal tariff) yang telah ditetapkan AS sejak awal tahun ini sebesar 19–20% untuk keempat negara tersebut.
Trump dijadwalkan bertemu dengan Presiden China Xi Jinping di Korea Selatan akhir pekan ini, dengan isu tarif dan hambatan perdagangan diperkirakan menjadi agenda utama.
Sebelumnya, Menteri Keuangan AS Scott Bessent mengumumkan bahwa Washington dan Beijing telah mencapai “kerangka kesepakatan” terkait tarif, yang diharapkan dapat menghindari penerapan tarif baru.
Hal ini terjadi setelah Trump mengancam akan memberlakukan tarif 100% terhadap produk China mulai 1 November, sebagai respons atas langkah Beijing yang memperketat kontrol ekspor mineral tanah jarang (rare earth minerals).
Menurut Reuters, Bessent mengatakan bahwa kerangka kesepakatan tersebut diharapkan “membantu kedua pihak menghindari eskalasi lebih lanjut dalam perang tarif”.













