Sumber: Channelnewsasia.com | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - BEIJING. China memperingatkan Inggris bahwa campur tangannya dalam urusan Hong Kong "pasti menjadi bumerang", setelah London mengkritik rencana Undang-Undang Keamanan Nasional di bekas jajahannya.
Kementerian Luar Negeri China mengatakan pada Rabu (3/6), Inggris tidak memiliki yurisdiksi atau pengawasan atas Hong Kong, dan segala ancaman terhadap stabilitas dan kesejahteraan kota itu berasal dari pasukan asing.
"Kami menyarankan Inggris untuk mundur dari jurang, meninggalkan mentalitas Perang Dingin dan pola pikir kolonial mereka, dan mengakui serta menghargai kenyataan Hong Kong telah kembali ke China," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian seperti dikutip Channelnewsasia.com.
Baca Juga: Larang peringatan Lapangan Tiananmen, AS: China berangus suara Hong Kong
Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab pada Selasa (2/6) menyatakan, China menghancurkan "permata" Hong Kong dengan tindakan kerasnya. Dia mendesak China untuk "mundur dari jurang" dan menghormati otonomi Hong Kong juga kewajiban internasional Beijing.
Raab juga menyebutkan, Undang-Undang Keamanan Nasional Hong Kong adalah pelanggaran komitmen internasional Beijing terhadap perjanjian prinsip "satu negara, dua sistem" pada bekas koloni Inggris itu.
Menurut Raab, Inggris telah berbicara dengan sekutu "Five Eyes" tentang kemungkinan membuka pintu mereka untuk Hong Kong jika rencana China memberlakukan Undang-Undang Keamanan Nasional memicu percikan. Aliansi ini mencakup Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru.
Baca Juga: Inggris peringatkan China: Masih ada waktu untuk mundur dari UU Keamanan Hong Kong
Zhao mengatakan, China telah mengajukan nota keberatan tegas kepada Inggris atas pernyataan menteri luar negerinya.
Setelah pernyataan Raab, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyatakan pada Selasa (2/6), ia menawarkan jutaan visa untuk warga Hong Kong dan kemungkinan rute menuju kewarganegaraan Inggris jika China tetap menerapkan Undang-Undang Keamanan Nasional.