Sumber: CNBC,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Kebijakan moneter yang lebih longgar biasanya menghasilkan inflasi yang lebih tinggi. Padahal, tingkat inflasi China sudah meningkat seiring kenaikan harga daging babi.
Negara ini memang tengah menghadapi kekurangan pasokan besar dalam makanan pokok yang disebabkan oleh wabah demam babi Afrika di peternakan babi China tahun lalu. Pada bulan September, harga daging babi melonjak 69,3% dari tahun lalu.
Dan Wang, analis China di The Economist Intelligence Unit mengatakan, People's Bank of China perlu menyeimbangkan upaya untuk menurunkan suku bunga dalam jangka panjang tanpa memotong suku bunga jangka pendek terlalu drastis. Dia mencatat bahwa sementara lonjakan harga daging babi mengirim indeks harga konsumen ke level mendekati enam tahun. Jika tidak memasukkan komponen makanan dan harga energi, tingkat inflasi China berada di level moderat sebesar 1,5%.
“China tidak memiliki masalah inflasi. Mereka memiliki masalah babi,” kata Wang seperti yang dikutip dari CNBC. "Menjaga agar kebijakan moneter dibatasi adalah upaya stabilitas bagi ekonomi regional dan saya akan memberikan kredit kepada pemerintah China untuk itu."
Baca Juga: Pertama kali dalam sejarah, jumlah orang kaya China lampaui Amerika
Wang juga bilang, melonggarkan kebijakan moneter juga akan memiliki efek yang tidak diinginkan, yakni dengan memicu kenaikan harga properti.
Dari perspektif fiskal, pemerintah China telah berusaha memotong pajak dan meningkatkan pembangunan infrastruktur dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan. Bagi bank sentral, pihaknya telah mencoba menggunakan suku bunga pinjaman baru untuk mendorong bank, biasanya bank milik negara, untuk memberikan pinjaman kepada bisnis yang lebih kecil, yang umumnya dijalankan secara pribadi dan berkontribusi pada sebagian besar pertumbuhan ekonomi China.
Namun, langkah-langkah tersebut belum menunjukkan efek yang signifikan. Produk domestik bruto nasional untuk kuartal ketiga berada pada level terendah hampir tiga puluh tahun dan mendekati 6% pada hari Jumat.
Baca Juga: Redam ketegangan dagang, China bebaskan tarif impor kedelai AS sebanyak 10 juta ton
Bank Rakyat Tiongkok juga memiliki faktor geopolitik yang perlu dipertimbangkan ketika menyesuaikan kebijakan moneter. Tarif AS untuk barang-barang Tiongkok senilai miliaran dollar menambah tekanan pada Beijing untuk memperlemah posisi yuan. Di sisi lain, China juga harus meredam munculnya kritik tambahan bahwa mereka memanipulasi mata uangnya.
"Untuk pembicaraan perdagangan saat ini, satu elemen adalah AS ingin China menstabilkan mata uang, tidak melemah lagi," kata Wang EIU. "Dengan tidak melakukan ekspansi moneter lebih banyak, (China) menandakan niat baik."