kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

China tak pangkas suku bunga seperti negara lain, salah satu alasannya karena babi


Kamis, 24 Oktober 2019 / 07:31 WIB
China tak pangkas suku bunga seperti negara lain, salah satu alasannya karena babi
ILUSTRASI. Ilustrasi daging babi REUTERS/Paul Yeung/File Photo


Sumber: CNBC,Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Saat negara-negara lain di dunia ramai-ramai memangkas suku bunga acuannya untuk mendongkrak perekonomian, namun tidak demikian halnya dengan China. Melansir Reuters, China tidak terburu-buru untuk melonggarkan kebijakan moneternya karena memiliki sejumlah opsi untuk mengerek kembali ekonominya yang melambat. 

Pada akhir September lalu, Gubernur People's Bank of China Yi Gang mengatakan kebijakan makroekonomi memiliki ruang yang signifikan untuk bergerak. 

"Namun kami tidak buru-buru mengambil kebijakan yang sama dengan bank sentral negara lain, seperto pemangkasan suku bunga acuan besar-besaran atau kebijakan quantitative easing," jelas Yi menjelang perayaan Hari Ulang Tahun China ke 70 beberapa waktu lalu seperti yang dilansir Reuters

Baca Juga: China bakal mendongkrak impor barang-barang tertentu termasuk produk pertanian

Bank sentral Tiongkok harus mengelola ekonomi yang terstruktur dalam banyak hal dengan cara yang sangat berbeda dari kawasan utama lainnya, seperti Jepang atau Uni Eropa. Tetapi PBoC menghadapi pertanyaan yang sama tentang seberapa efektif kebijakan moneter saat ini. Hal itu memiliki implikasi signifikan bagi bank sentral, yang tampaknya mengambil sikap netral pada hari Senin.

"Bank sentral tidak ingin warga memiliki ekspektasi untuk inflasi yang lebih tinggi. Itu sebabnya, besar kemungkinan mereka tidak akan dengan cepat menurunkan kebijakan," kata Xu Chenxi, senior analyst of fixed income , dalam pernyataan bahasa China yang diterjemahkan oleh CNBC. “Kebijakan ini lebih mementingkan transmisi ke ekonomi riil. Jika ekonomi riil dapat memperoleh pembiayaan lebih mudah dari sebelumnya, atau tingkat pembiayaan menurun, maka kebijakan moneter tidak akan melepaskan sinyal penurunan suku bunga.”

Baca Juga: Beijing akan mencopot Pimpinan Hong Kong Carrie Lam?

Pada hari Senin (21/10), bank sentral China menetapkan suku bunga pinjaman baru yang sama persis untuk bulan Oktober dengan September, sebesar 4,2% untuk suku bunga satu tahun dan 4,85% untuk suku bunga lima tahun. Tingkat suku bunga, yang lebih dikenal sebagai LPR dan ditetapkan setiap bulan, diumumkan pada bulan Agustus sebagai cara untuk meningkatkan peran kekuatan pasar dalam menetapkan suku bunga, sambil menurunkan biaya keuangan.

“Menjaga LPR di level yang sama pada bulan Oktober mencerminkan sikap kebijakan moneter yang lebih netral. Selain itu, ada kemungkinan bahwa tren kenaikan baru-baru ini dalam inflasi mulai menjadi kendala pada kebijakan moneter juga," ujar kepala ekonom China International Capital Corp (CICC) Hong Liang dan analis Eva Yi dalam sebuah laporannya yang dirilis Senin seperti yang dikutip CNBC.

Masalah babi mengemuka...

Kebijakan moneter yang lebih longgar biasanya menghasilkan inflasi yang lebih tinggi. Padahal, tingkat inflasi China sudah meningkat seiring kenaikan harga daging babi.

Negara ini memang tengah menghadapi kekurangan pasokan besar dalam makanan pokok yang disebabkan oleh wabah demam babi Afrika di peternakan babi China tahun lalu. Pada bulan September, harga daging babi melonjak 69,3% dari tahun lalu.

Dan Wang, analis China di The Economist Intelligence Unit mengatakan, People's Bank of China perlu menyeimbangkan upaya untuk menurunkan suku bunga dalam jangka panjang tanpa memotong suku bunga jangka pendek terlalu drastis. Dia mencatat bahwa sementara lonjakan harga daging babi mengirim indeks harga konsumen ke level mendekati enam tahun. Jika tidak memasukkan komponen makanan dan harga energi, tingkat inflasi China berada di level moderat sebesar 1,5%.

“China tidak memiliki masalah inflasi. Mereka memiliki masalah babi,” kata Wang seperti yang dikutip dari CNBC. "Menjaga agar kebijakan moneter dibatasi adalah upaya stabilitas bagi ekonomi regional dan saya akan memberikan kredit kepada pemerintah China untuk itu."

Baca Juga: Pertama kali dalam sejarah, jumlah orang kaya China lampaui Amerika

Wang juga bilang, melonggarkan kebijakan moneter juga akan memiliki efek yang tidak diinginkan, yakni dengan memicu kenaikan harga properti.

Dari perspektif fiskal, pemerintah China telah berusaha memotong pajak dan meningkatkan pembangunan infrastruktur dalam upaya untuk mendorong pertumbuhan. Bagi bank sentral, pihaknya telah mencoba menggunakan suku bunga pinjaman baru untuk mendorong bank, biasanya bank milik negara, untuk memberikan pinjaman kepada bisnis yang lebih kecil, yang umumnya dijalankan secara pribadi dan berkontribusi pada sebagian besar pertumbuhan ekonomi China.

Namun, langkah-langkah tersebut belum menunjukkan efek yang signifikan. Produk domestik bruto nasional untuk kuartal ketiga berada pada level terendah hampir tiga puluh tahun dan mendekati 6% pada hari Jumat.

Baca Juga: Redam ketegangan dagang, China bebaskan tarif impor kedelai AS sebanyak 10 juta ton

Bank Rakyat Tiongkok juga memiliki faktor geopolitik yang perlu dipertimbangkan ketika menyesuaikan kebijakan moneter. Tarif AS untuk barang-barang Tiongkok senilai miliaran dollar menambah tekanan pada Beijing untuk memperlemah posisi yuan. Di sisi lain, China juga harus meredam munculnya kritik tambahan bahwa mereka memanipulasi mata uangnya.

"Untuk pembicaraan perdagangan saat ini, satu elemen adalah AS ingin China menstabilkan mata uang, tidak melemah lagi," kata Wang EIU. "Dengan tidak melakukan ekspansi moneter lebih banyak, (China) menandakan niat baik."




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×