Sumber: Reuters | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Suara-suara Hawkish telah muncul di China untuk meminta evaluasi ulang perjanjian perdagangan Fase 1 dengan Amerika Serikat (AS). Bahkan, penasihat perdagangan Tiongkok mendesak pembicaraan baru.
Global Times mengutip sumber melaporkan, penasihat yang dekat dengan perundingan mengungkapkan, pejabat China menghidupkan kembali kemungkinan pembatalan pakta perdagangan dan menegosiasikan yang baru untuk memiringkan timbangan lebih condong ke Tiongkok.
Di bawah kesepakatan Fase 1 yang ditandatangani pada Januari lalu, Beijing berjanji untuk membeli setidaknya barang dan jasa AS senilai US$ 200 miliar selama dua tahun. Sementara Washington setuju menurunkan tarif secara bertahap atas barang-barang China.
Baca Juga: Trump mengancam tarif baru untuk China sebagai tindakan balasan atas virus corona
Melansir Reuters, pekan lalu, Presiden AS Donald Trump mengatakan, dia "sangat tertekan" tentang apakah akan mengakhiri kesepakatan perdagangan Fase 1 dengan China atau tidak.
Pernyataan Trump itu hanya selang beberapa jam setelah pejabat perdagangan utama dari kedua negara berjanji untuk terus maju dengan mengimplementasikan perjanjian dagang tersebut.
Dalam beberapa bulan terakhir, Trump menyalahkan penanganan awal China atas wabah virus corona baru di Kota Wuhan karena menyebabkan ribuan kematian dan jutaan kehilangan pekerjaan di AS.
Pemerintahan Trump juga menegaskan, ada bukti kuat bahwa virus corona baru berasal dari laboratorium Wuhan. Tapi, China membantah tuduhan itu.
Serangan berbahaya oleh AS telah menyulut "tsunami kemarahan" di antara orang dalam sektor perdagangan China, kata Global Times, tabloid di bawah naungan People's Daily, surat kabar resmi Partai Komunis China yang berkuasa.
Baca Juga: Donald Trump: Akan ada konsekuensi untuk China jika ada kesalahan soal wabah corona
"Sebenarnya, demi kepentingan China agar mengakhiri kesepakatan Fase 1 saat ini," kata pejabat Pemerintah China kepada Global Times mengutip seorang penasihat perdagangan, yang merujuk pada ekonomi AS yang melemah dan Pemilihan Presiden AS.
"AS sekarang tidak mampu memulai kembali perang dagang dengan China jika semuanya kembali ke titik awal," ujar dia.