kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.921   9,00   0,06%
  • IDX 7.199   58,54   0,82%
  • KOMPAS100 1.106   11,37   1,04%
  • LQ45 878   11,64   1,34%
  • ISSI 221   1,06   0,48%
  • IDX30 449   6,23   1,41%
  • IDXHIDIV20 540   5,82   1,09%
  • IDX80 127   1,42   1,13%
  • IDXV30 134   0,44   0,33%
  • IDXQ30 149   1,71   1,16%

Dedolarisasi Dikhawatirkan Merusak Perdagangan Minyak Rusia dengan Asia


Selasa, 28 November 2023 / 00:03 WIB
Dedolarisasi Dikhawatirkan Merusak Perdagangan Minyak Rusia dengan Asia
ILUSTRASI. A model of 3D printed oil barrels is seen in front of displayed stock graph going down in this illustration taken, December 1, 2021. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/File Photo


Sumber: Reuters | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - MOSKOW/DELHI - Salah satu jalur perdagangan minyak mentah paling menguntungkan bagi Rusia sejak negara ini mendapatkan sanksi daro Barat pasca menyerang Ukraina awal 2022 lalu. Rusia menghadapi tantangan besar karena kendala pembayaran dalam mata uang selain dollar Amerika Serikat, tanpa solusi jangka pendek yang terlihat.

Selama beberapa dekade, mata uang dollar AS telah menjadi mata uang perdagangan minyak internasional, dan upaya untuk menemukan alternatif terus terhalangi oleh kesulitan konversi, serta hambatan politik.

Masalah muncul ketika India - yang telah menjadi pembeli terbesar minyak Rusia sejak pelanggan Eropa mundur. Di sisi lain India bersikeras pada sejak Juli  2023 agar bisa membayar minyak Rusia menggunakan mata uang rupee. Menurut tiga sumber yang akrab dengan masalah ini, akibatnya permintaan India, membuat aktivitas perdagangan kedua negara hampir runtuh.

Baca Juga: Dedolarisasi, Ini 3 Alasan Negara-Negara Dunia Ingin Putus Hubungan dengan Dolar

Sumber-sumber yang meminta agar namanya tidak disebutkan mengungkapkan, bahwa pemasok minyak Rusia - yang juga tidak dapat disebutkan namanya karena sensitivitas masalah ini - tidak dapat melakukan kesepakatan jual beli, dalam rupee India. Sebab, panduan informal dari bank sentral Rusia yang menyatakan tidak akan menerima mata uang Rupee tersebut dalam transaksi perdagangan internasional.

Seorang sumber perbankan Rusia yang dekat dengan bank sentral Rusia mengatakan, bahwa menerima pendapatan dari penjualan minyak dalam mata uang yang tidak dapat dikonversi, atau dengan nilai kecil di luar India adalah "sia-sia".

Sebab, Rusia memiliki sedikit kesempatan untuk menghabiskan rupee karena impornya dari India tidak signifikan, kata sumber lain. Sementara, bank sentral Rusia tidak menanggapi permintaan untuk memberikan komentar.

Menurut dua sumber Reuters, pada pertengahan Agustus 2023, setidaknya dua perusahaan minyak besar Rusia mengancam untuk mengalihkan sekitar dua belas kapal tanker yang membawa hingga satu juta ton minyak yang menuju ke India ke destinasi lain.

Baca Juga: Ramainya Aksi Dedolarisasi Belum Signifikan Kurangi Pamor Dolar AS

Sebagai solusi sementara untuk bentrokan yang melibatkan kesepakatan dengan India, muatan dibayar dalam kombinasi yuan China, dolar Hong Kong sebagai mata uang transisi ke yuan, dan dirham Uni Emirat Arab, yang terikat dengan dolar AS, kata 10 sumber perdagangan dan pejabat kepada Reuters.

Namun, mereka mengatakan bahwa masalah tersebut tetap ada dalam menemukan alternatif yang layak untuk dolar, dan masalah ini memengaruhi pembeli di Afrika, China, dan Turki yang telah menjadi pembeli utama minyak Rusia.

India adalah pembeli terbesar secara keseluruhan dari minyak mentah Rusia setelah China. Namun, masalah terbesar berkaitan dengan India, yang telah membeli lebih dari 60% minyak Rusia yang diangkut melalui laut, menurut data LSEG dan perhitungan Reuters. 

Masalah ini kemungkinan akan memburuk seiring dengan peningkatan pengawasan terhadap perdagangan Rusia. Amerika Serikat memberlakukan sanksi pertama kepada pemilik kapal tanker, yang telah membawa minyak Rusia dengan harga di atas batas harga yang telah ditetapBarat dalam beberapa minggu terakhir, pelaksanaan pertama batas harga sejak diberlakukan akhir tahun lalu.

Baca Juga: Ekonom: Ekonomi Rusia Tak Sebagus yang Digambarkan Kremlin, Situasinya Buruk

Dedolarisasi

Sejak sanksi Barat yang diberlakukan terhadap Rusia pada Februari tahun lalu, Moskow beralih dari transaksi dari dollar AS dan euro, mata uang dominan dunia, dan sebagian besar terkunci dari sistem perbankan internasional.

Menurut lima pedagang yang terlibat, kurang dari 10% dari produksi minyak mentah Rusia sekitar 9 juta barel minyak per hari (bpd) dijual dalam dollar AS dan euro.

Bank sentral Rusia tidak dapat beroperasi menggunakan dollar AS karena sanksi Barat, dan sementara para negara yang menekspor ke Rusia pada teorinya dapat menggunakan mata uang tersebut.

Menghindari penggunaan dollar AS dalam bertransaksi perdagangan internasional, memiliki keuntungan dan membuat sulit bagi Amerika Serikat dan pemerintah Barat lainnya untuk memantau perdagangan mereka.

Namun, alternatif-alternatif tersebut mengarah pada tingkat risiko tinggi bagi kedua belah pihak dalam suatu kesepakatan.

Baca Juga: Proyek GRR Tuban Tetap Jalan, Pertamina Ajukan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tuban

India pada bulan-bulan pertama tahun ini berhutang sekitar US$ 40 miliar kepada Rusia untuk pembelian minyak dan pasokan komoditas lainnya. Menurut empat sumber perdagangan dan perbankan, yang mengatakan jumlah itu sekarang jauh lebih rendah tanpa memberikan detail yang pasti.

Bank sentral Rusia juga menolak memberikan detail tentang neraca perdagangan ini.

Masalah dengan Rupee

Melakukan bisnis dalam mata uang rupee sangat sulit diterima oleh Rusia.

Sementara, India mendorong agar rupee dihabiskan di wilayahnya dan memberlakukan tingkat pertukaran yang mematikan untuk mengkonversi rupee ke mata uang lain, kadang-kadang melebihi 10% dari jumlah yang dikonversi, menurut dua sumber Rusia.

Situasinya bisa membaik jika Rusia mengimpor lebih banyak barang dari India, yang dapat dibayar dalam rupee.

Baca Juga: Tak Mau Pakai Dolar, China-Arab Teken Perjanjian Pertukaran Mata Uang Asing

Namun, India justru lebih banyak mengimpor dari Rusia, sedangkan Rusia menjadi pengimpor utama mobil, peralatan, dan barang lainnya dari China.

Impor India dari Rusia mencapai US$ 30,4 miliar pada April-September, dengan defisit perdagangan dengan Moskow melebar menjadi US$ 28,4 miliar dibandingkan dengan sekitar US$ 17 miliar dalam periode yang sama tahun lalu, menurut data yang diposting di situs web kementerian perdagangan India.

Ivan Nosov, kepala cabang di India dari bank negara terbesar Rusia, Sberbank, mengatakan bahwa eksportir Rusia harus membantu India meningkatkan ekspornya.

"Jika Anda membantu meningkatkan ekspor India, akan ada banyak bantuan dari berbagai asosiasi India. Anda membuat perusahaan di India, melakukan lokaliasi kecil, dan Anda akan mendapatkan lebih banyak peluang," katanya.

Perusahaan pengolah minyak terbesar India, Indian Oil Corp IOC.NS, kesulitan menyelesaikan beberapa pembayaran, terutama untuk pembelian Sokol grade dari proyek Sakhalin 1 di Rusia.

Baca Juga: Pertemuan OPEC Akhir Pekan Ini Diharapkan Mengangkat Harga Komoditas Energi

IOC mengatakan bahwa mereka tidak dapat membayar pengiriman Sokol karena perusahaan penyuplai grade tersebut belum membuka rekening dalam dirham Uni Emirat Arab untuk menerima pembayaran, kata seorang sumber. Hanya saja, IOC tidak menanggapi permintaan Reuters untuk komentar.

Yuan China Lebih Diterima

Pejabat dan eksekutif minyak Rusia telah mendesak agar pembeli India untuk membayar dengan yuan China, yang bagi Rusia adalah mata uang yang lebih berguna.

Sementara bagi India, menggunakan mata uang rival regional sangat sensitif, meskipun rafinery-nya swasta telah beralih kembali ke yuan karena tidak adanya opsi lain sejak bentrokan awal tahun ini, kata sumber-sumber tersebut.

Rafinery-nya yang dimiliki negara India beralih ke dirham Uni Emirat Arab, tetapi hal itu menjadi rumit dengan persyaratan kliring tambahan karena sikap lebih keras Washington membuat pemerintah lain waspada.

Sejak Oktober, beberapa bank Uni Emirat Arab telah memperketat pengendalian terhadap klien yang berfokus pada Rusia untuk memastikan kepatuhan dengan batas harga, menurut lima sumber perdagangan minyak dan bank.

Setidaknya dua bank Uni Emirat Arab telah memperkenalkan deklarasi kepatuhan batas harga untuk klien yang terlibat dalam minyak Rusia, produk minyak, dan perdagangan komoditas, kata sumber-sumber tersebut. Mereka enggan menyebutkan nama bank tersebut.



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×