Reporter: Ferrika Sari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - HONG KONG - Pemimpin Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengisyaratkan untuk mengakhiri Rancangan Undang-undang (RUU) Ekstradisi yang menuai polemik.
Ia sebelumnya mendukung aturan itu dan kemudian menundanya setelah menuai protes paling keras sejak bekas koloni Inggris itu kembali ke pemerintahan Tiongkok pada tahun 1997.
Dalam konferensi pers Selasa lalu (18/6), Lam meminta maaf ke publik atas kekacauan yang terjadi tapi menolak menarik RUU tersebut. Aturan itu tidak akan diperkenalkan kembali jika masih menyebabkan kekhawatiran publik.
Pemerintah secara efektif mengesampingkan undang-undang yang akan memungkinkan warganya untuk diekstradisi ke daratan China untuk diadili.
"Akibat RUU ini, telah menyebabkan banyak kegelisahan, dan kekhawatiran dan perbedaan pendapat beberapa hari terakhir. Saya tidak akan melanjutkan lagi pembicaraan dengan anggota legislatif nika masih muncul ketakutan dan kecemasan yang belum bisa ditangani secara tepat," jelas Lam, dilansir dari Reuters (18/6).
Lam tampak menyesal dan menentang aturan ini. Hal ini terlihat dari pemilihan bahasa yang sama pada konferensi pers sebelumnya ketika ia mengumumkan penundaan RUU tersebut. Sehari kemudian, sekitar dua juta orang tumpah turun ke jalan untuk menuntut agar dia mundur dari jabatannya.
Lam, berulang kali ditanya apakah dia akan berhenti dari jabatannya, tapi ia menolak untuk melakukannya. Menurutnya masih ada pekerjaan penting yang menanti untuk tiga tahun ke depan hingga masa jabatannya habis.
"Setelah kejadian ini, saya pikir bekerja untuk tiga tahun ke depan akan sangat sulit. Tetapi saya dan tim akan bekerja lebih keras untuk membangun kembali kepercayaan publik," tambahnya.
Lam meminta maaf karena telah membuat kota ini bergejolak dan mengatakan bahwa ia telah mendengar tuntutan warga Hong Kong dan akan berusaha untuk membangun kepercayaan kembali dari mereka.
Namun banyak orang menilai permintaan tersebut kurang tulus sehingga gagal menenangkan banyak demonstran yang mengatakan mereka tidak lagi percaya padanya dan meragukan kemampuannya untuk memerintah.
Para demonstran dan kubu oposisi dari partai Demokrat menilai Lam tidak peduli terhadap tuntutan publik, dengan secara tegas mencabut RUU itu serta segera mundur dari jabatannya dan berjanji untuk tidak menghukum demonstran atas tuduhan membuat kerusuhan.
"Carrie Lam terus berbohong. Kami berharap orang-orang Hong Kong dapat bersatu dengan kami, untuk terus bekerja keras untuk mencabut adanya kejahatan dalam hukum, " kata Jimmy Sham dari kelompok Civil Human Rights.
Alvin Yeung, seorang anggota parlemen dari kubu demokrat, menyatakan bahwa Lam telah gagal lagi untuk menurunkan suhu politik di kota berpenduduk tujuh juta jiwa tersebut. "Hong Kong tidak akan menerima ini," katanya.
Para kritikus menilai aturan tersebut akan merusak sistem peradilan Hong Kong yang independen. Diketahui negara ini menerapkan model hukum satu negara dengan dua sistem.
Melalui RUU Ekstradisi ini, dikhawatirkan warga Hong Kong dikirim kembali ke China untuk menjalani hukuman tidak akan menerima jaminan pengadilan yang adil.