Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Seiring melonjaknya biaya cuti sakit di Prancis, semakin banyak perusahaan mempekerjakan detektif swasta untuk menyelidiki karyawan yang diduga menyalahgunakan hak cuti medis.
Fabrice Lehmann, seorang detektif berpengalaman sejak 1994, kini lebih sering membuntuti pegawai kantoran dibanding kasus perselingkuhan yang dulu umum ditanganinya.
Fenomena ini mencuat di tengah lonjakan 60% cuti sakit sejak 2012, yang kini menelan biaya lebih dari 10 miliar euro per tahun. Situasi tersebut menjadi sorotan pemerintah Prancis yang tengah menghadapi krisis anggaran kronis.
Tekanan Anggaran dan Rencana Pemangkasan
Mantan Perdana Menteri Francois Bayrou, yang baru saja kehilangan jabatannya, sempat menargetkan pembengkakan biaya cuti sakit sebagai bagian dari rencana memangkas 5 miliar euro dari anggaran kesehatan 2026. Ia menegaskan perlunya pengetatan pengawasan dan pemberantasan praktik curang.
Baca Juga: 10 Negara Bentuk Tim, Prancis Jadi Motor Penggerak Bahas Negara Palestina
Menurut data National Health Insurer, pada 2024 berhasil dicegah penipuan cuti sakit senilai 42 juta euro, lebih dari dua kali lipat tahun sebelumnya. Namun, angka tersebut diyakini masih jauh dari skala sebenarnya karena pengawasan ketat baru dimulai pada 2022.
Bisnis Detektif Swasta Kian Ramai
Lima detektif swasta yang diwawancarai Reuters mengaku permintaan penyelidikan terkait cuti sakit meningkat tajam. Beberapa bahkan meninggalkan bisnis lama seperti pengintaian perselingkuhan untuk fokus pada kecurangan cuti kerja.
Detektif Baptiste Pannaud mengatakan kontrak penyelidikan cuti sakit di agensinya lebih dari dua kali lipat dalam empat tahun terakhir.
Lehmann sendiri kerap menemukan target yang ternyata bekerja untuk pesaing atau menggunakan waktu cuti berbayar untuk memulai bisnis baru. Rekannya, Patrice Le Bec, mengaku pernah memergoki karyawan yang langsung berangkat liburan ke luar negeri setelah menandatangani cuti sakit.
“Pada akhirnya, baik dalam rumah tangga maupun perusahaan, motifnya selalu sama: uang atau pengkhianatan,” kata Lehmann.
Hak Cuti Sakit yang Dermawan
Sistem jaminan sosial Prancis membayar hingga 41,47 euro per hari bagi pekerja yang cuti sakit, dengan durasi maksimal tiga tahun. Selain itu, banyak perusahaan turut menambah gaji agar hampir setara dengan pendapatan normal.
Sebuah laporan Inspektorat Keuangan 2024 mencatat rata-rata pegawai sektor publik mengambil 14,5 hari cuti sakit pada 2022, sementara sektor swasta 11,7 hari. Angka ini sebanding dengan Jerman, di mana pekerja rata-rata mengambil 14,8 hari cuti sakit pada 2024.
Baca Juga: Macron Siap Tunjukkan Bukti Ilmiah bahwa Istrinya Tidak Dilahirkan sebagai Pria
Kontroversi dan Tantangan Penegakan
Meski pemerintah berjanji menindak dokter yang memberi surat sakit palsu, detektif swasta seperti Bruno Boivin menilai langkah tersebut “tidak efektif” karena sanksi jarang dijatuhkan.
Ia mencontohkan kasus di sebuah perusahaan transportasi publik, di mana 30% staf satu departemen sedang cuti sakit. Meski berhasil membuktikan adanya kecurangan, tidak ada pegawai yang dijatuhi hukuman.
Reformasi era Presiden Emmanuel Macron memang sempat mempermudah rekrutmen dan pemutusan hubungan kerja, tetapi menurut detektif David Liobard, pekerja di Prancis masih terlindungi secara berlebihan sehingga mengurangi dinamika pasar tenaga kerja.
Antara Fraud dan Realita Sosial
Sebagian pakar menilai fenomena cuti sakit tidak bisa dilihat semata dari sisi kecurangan. Ekonom Jean-Claude Delgenes menilai sistem manajemen di Prancis yang otoriter dan penuh tekanan membuat banyak pekerja rentan stres, sehingga wajar angka cuti meningkat pasca-COVID.
Baca Juga: Ribuan Warga Prancis Turun ke Jalan Tolak Pemotongan Anggaran
Sementara itu, dokter gawat darurat Sabrina Ali Benali, yang juga menyusun program kesehatan untuk partai kiri radikal France Unbowed, menolak anggapan bahwa kecurangan cuti sakit sudah meluas. Menurutnya, gambaran tersebut lebih banyak “fantasi korporasi” ketimbang realitas.
Kasus-Kasus Mengejutkan
Beberapa detektif mengaku terkejut dengan kasus ekstrem yang mereka temukan. Boivin misalnya, masih menyelidiki seorang karyawan yang sudah 10 tahun absen namun tetap memperbarui fasilitas mobil perusahaan setiap tiga tahun sekali.
Di lapangan, operasi pengintaian pun tidak selalu mulus. Lehmann pernah kehilangan target yang sudah ia ikuti sejak pinggiran Paris, setelah orang tersebut sengaja menipu dengan berpura-pura naik kereta bawah tanah lalu segera turun untuk menghilang di kerumunan.