Sumber: Kyodo | Editor: Prihastomo Wahyu Widodo
KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Setelah melakukan pertemuan darurat, Dewan Keamanan PBB pada hari Kamis (4/2) mendesak militer Myanmar untuk membebaskan semua tahanan politik, termasuk Aung San Suu Kyi.
Melalui pernyataan persnya, Dewan Keamanan PBB mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas kudeta militer Myanmar yang terjadi pada hari Senin (1/2) lalu dan menuntut "pembebasan segera semua yang ditahan".
"Kami mengungkapkan keprihatinan yang mendalam atas deklarasi keadaan darurat yang diberlakukan di Myanmar oleh militer pada 1 Februari dan penahanan sewenang-wenang terhadap anggota pemerintah, termasuk Penasihat Negara Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint dan lainnya," ungkap Dewan Keamanan PBB seperti dikutip dari Kyodo.
Sehari pasca kudeta militer terjadi, Dewan Keamanan PBB melakukan rapat tertutup untuk membahas gejolak politik di negara Asia Tenggara tersebut.
Baca Juga: Titah militer, provider internet Myanmar blokir layanan Facebook
Dikutip dari Kyodo, dalam rapat tersebut Inggris berperan sebagai ketua sesi. Sebagai pemimpin Inggris belum mampu mengarahkan kelima belas anggota untuk mengutuk kudeta tersebut karena China dan Rusia meminta lebih banyak waktu untuk menilai masalah tersebut.
Dalam prosesnya, China yang memegang hak veto meminta Dewan Keamanan untuk mengkaji kembali sikap PBB sebelum merilis pernyataan resmi ke publik.
Hasilnya, Dewan Keamanan PBB seperti menghindari kritik yang terlalu keras terhadap kudeta militer yang terjadi di Myanmar. Pernyataan Dewan Keamanan PBB ini pun dianggap terlalu lemah.
Pernyataan yang dirilis benar-benar menghindari penggunaan kata "kudeta" yang dinilai terlalu keras, dan hanya menunjukkan keprihatinan atas pernyataan keadaan darurat oleh militer.
Baca Juga: Disebut dukung kudeta militer di Myanmar, ini kata China
Saat ini Dewan Keamanan PBB menekankan perlunya dukungan berkelanjutan untuk transisi demokrasi di Myanmar.
"Mereka menekankan perlunya menegakkan institusi dan proses demokrasi, menahan diri dari kekerasan dan sepenuhnya menghormati hak asasi manusia, kebebasan fundamental dan supremasi hukum," ungkap Dewan Keamanan.
Dewan Keamanan PBB juga menyatakan keprihatinannya atas pembatasan masyarakat sipil, jurnalis dan pekerja media.
Turut menyoroti nasib muslim Rohingya
Secara khusus, PBB juga menegaskan pentingnya mengatasi akar penyebab krisis di Negara Bagian Rakhine dan untuk menciptakan kondisi yang diperlukan demi keamanan, sukarela, pemulangan yang berkelanjutan dan bermartabat dari para pengungsi.
Selama ini Aung San Suu Kyi menjadi sorotan internasional atas penanganan pengungsi muslim Rohingya. Para pengungsi telah melarikan diri untuk berlindung di negara tetangga Bangladesh dari Negara Bagian Rakhine.
Baca Juga: Dewan Keamanan PBB gelar pertemuan membahas nasib Rohingya pasca kudeta di Myanmar
Pihak militer Myanmar melakukan kudeta kepada Aung San Suu Kyi dan jajarannya karena dinilai melakukan kecurangan dalam pemilu bulan November lalu.
Pada hari Selasa (2/2), juru bicara PBB Stephane Dujarric menyampaikan rencana untuk mengumpulkan anggota Dewan Keamanan untuk membahas nasib 600.000 muslim Rohingya yang masih ada di Myanmar pasca kudeta militer.
"Ada sekitar 600.000 orang Rohingya yang tetap di Negara Bagian Rakhine, termasuk 120.000 orang yang secara efektif dikurung di kamp. Mereka tidak bisa bergerak bebas dan memiliki akses yang sangat terbatas ke layanan kesehatan dan pendidikan dasar," ungkap Dujarric seperti dikutip dari Reuters.
Mewakili PBB, Dujarric mengungkapkan kekhawatirannya atas keadaan para penduduk Rohingya yang akan semakin buruk di tengah gejolak politik di Myanmar.