Sumber: Cointelegraph | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Gedung Kementerian Luar Negeri Rusia di Smolenskaya-Sennaya Square, tempat Lavrov memimpin selama 21 tahun, kini sunyi. Namun para diplomat di sana tahu masa jabatan bos mereka mendekati akhir.
Lavrov dikenal sebagai sosok cerdas, retoris, dan tangguh, produk terbaik dari tradisi diplomasi Soviet. Tapi ia juga mewarisi sisi gelapnya: gaya arogan, intimidatif, dan sering kali manipulatif.
Seiring waktu, keahlian diplomatik yang dulu berharga kini makin tak relevan. Setelah aneksasi Krimea pada 2014 dan invasi besar-besaran ke Ukraina pada 2022, Putin lebih banyak mengandalkan militer dan intelijen daripada diplomat seperti Lavrov.
Forum-forum yang dulu menjadi medan utama Lavrov—Dewan Keamanan PBB, OSCE, perundingan nuklir Iran—kini kehilangan pengaruhnya. Ia kini hanya bertugas membenarkan setiap langkah Putin, seberapa ekstrem pun.
Dalam metafora yang tajam, para pengamat menyebut Lavrov seperti “mamut yang tersisa setelah zaman es berlalu”—makhluk yang masih bertahan di dunia yang tak lagi membutuhkan dirinya.
Tonton: Provokasi Trump Bikin Rusia Rencanakan Uji Coba Senjata Nuklir
Siapa Penggantinya?
Beberapa nama disebut-sebut sebagai calon penerus, antara lain Sergei Ryabkov, wakil menteri luar negeri, dan Igor Morgulov, duta besar Rusia untuk China.
Ada juga kemungkinan dari luar kementerian, seperti Dmitry Peskov, juru bicara Putin yang dikenal tenang dan setia, atau Kirill Dmitriev, bankir yang punya hubungan dengan diplomat Amerika dan negara-negara Teluk. Namun, Dmitriev dianggap kurang berpengalaman dan tidak disukai Lavrov.
Meski begitu, siapa pun yang bercita-cita menggantikan Lavrov tahu satu hal: bertahan di lingkaran Putin lebih penting daripada prestasi diplomatik.
Selama 20 tahun, Lavrov selamat bukan karena keahliannya di luar negeri, tapi karena kesetiaannya pada Putin di dalam negeri. Dalam hal itu, ia mungkin adalah diplomat paling lihai dalam sejarah Rusia modern.
Kesimpulan:
Ketidakhadiran Sergei Lavrov dari panggung diplomasi memicu spekulasi luas tentang masa depan kebijakan luar negeri Rusia. Di usia 75 tahun, Lavrov menghadapi tekanan fisik, politik, dan loyalitas yang menipis di bawah bayang-bayang Putin. Jika benar ia tersingkir atau akan pensiun, perubahan besar mungkin tak langsung terjadi—karena diplomasi Rusia kini sepenuhnya dikendalikan Kremlin, bukan oleh para diplomat. Namun, hilangnya Lavrov bisa menjadi simbol berakhirnya era diplomasi klasik Rusia yang digantikan oleh politik kekuasaan yang semakin sempit dan personal.













