Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - YERUSALEM. Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memecat Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada hari Selasa (5/11/2024). Adapun alasan pemecatannya adalah "krisis kepercayaan".
Mengutip Reuters, Netanyahu lantas mengganti posisi Gallant dengan sekutu dekatnya Israel Katz untuk memimpin perang negara itu di Gaza dan Lebanon.
Para kritikus Netanyahu menuduhnya mendahulukan politik daripada keamanan nasional pada saat Israel bersiap menghadapi pembalasan Iran atas serangan Udara yang dilakukan 26 Oktober lalu.
Menurut pihak kepolisian Israel, setelah Gallant dipecat, para pengunjuk rasa di Israel memblokir jalan raya dan menyalakan api unggun di jalan.
Perdana menteri menunjuk Gideon Saar sebagai menteri luar negeri yang baru menggantikan Katz. Gallant dan Netanyahu, keduanya dari partai sayap kanan Likud, telah berselisih selama berbulan-bulan mengenai tujuan perang Israel yang telah berlangsung selama 13 bulan di Gaza melawan kelompok militan Palestina Hamas.
Namun, waktu pemecatan Gallant mengejutkan, dan terjadi saat sekutu Israel, AS, menyelenggarakan pemilihan presiden.
Baca Juga: Serangan Israel ke Iran Picu Minat pada Rudal Balistik yang Diluncurkan dari Udara
Serangan Israel di Gaza dan Lebanon telah memasuki fase baru setelah terbunuhnya komandan tinggi Hamas dan kelompok bersenjata Lebanon, Hizbullah.
Netanyahu mengatakan Gallant telah membuat pernyataan yang “bertentangan dengan keputusan pemerintah dan keputusan kabinet”.
Sebagai tanggapan, Gallant berkata: “Keamanan negara Israel selalu dan akan selalu menjadi misi hidup saya.”
Sementara itu, Katz bersumpah untuk memulangkan sandera Israel dari Gaza dan menghancurkan Hamas dan Hizbullah.
“Saya menerima tanggung jawab ini dengan rasa misi dan rasa takut yang suci untuk keamanan Negara Israel dan warganya,” kata Katz di platform media sosial X.
Sebagai menteri luar negeri, Katz melarang Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres bulan lalu untuk memasuki Israel atas apa yang ia gambarkan sebagai kegagalan dalam mengutuk serangan rudal Iran dan perilaku antisemit dan anti-Israel.
Pada bulan September, ia juga menolak proposal dari AS dan Prancis untuk gencatan senjata selama 21 hari di Lebanon.
Baca Juga: Tentara Israel Bunuh Lebih dari 50 Anak Palestina dalam Dua Hari
Laporan muncul pada bulan September bahwa Netanyahu, di bawah tekanan dari mitra koalisi sayap kanan, sedang mempertimbangkan untuk memecat Gallant.
Gayil Talshir, seorang spesialis politik Israel di Universitas Ibrani Yerusalem, yakin bahwa Netanyahu sudah mencapai titik puncaknya minggu ini ketika Gallant mengeluarkan 7.000 surat perintah wajib militer untuk pria Haredi ultra-Ortodoks, yang membuat marah mereka yang menentang wajib militer di pemerintahan.
Itamar Ben-Gvir, seorang menteri dalam pemerintahan koalisi Netanyahu, memuji keputusan hari Selasa, dengan mengatakan bahwa Gallant sangat terperangkap dalam anggapan bahwa tidak mungkin mencapai kemenangan mutlak.