Sumber: Wall Street Journal,CNBC | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - WINA. Melansir CNBC, bandar OPEC, Arab Saudi, membantah telah melakukan tekanan kepada anggota OPEC untuk melakukan pengurangan produksi yang lebih dalam. Hal itu diungkapkan oleh seorang pejabat senior minyak kepada CNBC pada hari Kamis (5/12).
Sebelumnya, beredar rumor bahwa negara kerajaan yang kaya minyak itu secara luas dianggap mendorong anggota OPEC lainnya untuk melakukan pemangkasan produksi minyak lebih jauh setidaknya sebanyak 400.000 barel per hari dari pengurangan produksi.
Tapi, seorang pejabat minyak Saudi yang tidak disebutkan namanya mengatakan kepada CNBC di sela-sela pertemuan di Wina, Austria, bahwa ini tidak terjadi dan Riyadh belum mengusulkan angka.
Baca Juga: Rumor: OPEC + bakal pangkas lagi produksi minyak sebesar 500.000 barel per hari
OPEC dan sekutu non-OPEC yang kerap disebut sebagai OPEC +, telah berkumpul di Wina pada minggu ini untuk membahas fase selanjutnya dari kebijakan produksi minyak mereka. Kelompok yang beranggotakan 14 negara itu akan mengadakan pembicaraan pada hari Kamis, sebelum bertemu dengan sekutu non-OPEC, termasuk Rusia, pada hari Jumat.
Aliansi energi telah mengurangi produksi sebesar 1,2 juta barel per hari sejak awal tahun. Kesepakatan saat ini, yang berlangsung hingga Maret 2020, menggantikan putaran pemotongan produksi sebelumnya yang dimulai pada Januari 2017.
Baca Juga: Minyak Brent naik lebih 3%, WTI naik lebih 4%
Wall Street Journal (WSJ) melaporkan, seorang sumber pejabat kartel Arab Saudi mengatakan Riyadh marah besar dan mengancam akan meningkatkan produksi minyak dan secara sepihak akan membanjiri pasar minyak jika sejumlah negara OPEC terus menentang pembatasan produksi minyak.
Menurut sumber WSJ, ancaman itu terjadi tiga hari setelah harga minyak jatuh pasca dirilisnya laporan Bloomberg yang menunjukkan bahwa Arab Saudi marah pada anggota OPEC karena tidak mematuhi kuota produksi dan tidak lagi bersedia untuk mengkompensasi produksi berlebihan oleh anggota kartel lainnya.
Ultimatum mengejutkan ini mengingatkan pada hal yang dilakukan Arab Saudi pada November 2014. Pada waktu itu, Arab Saudi secara efektif membubarkan kartel, dan membanjiri dunia dengan minyak dengan harapan membuat produsen minyak serpih (shale oil) keluar dari bisnis. Namun, upaya itu gagal total.
Baca Juga: Marah besar, Arab Saudi ancam akan membanjiri pasar minyak jika...
Saudi Arabia merasa keberatan dengan harga minyak yang rendah dan anggota kartel yang tidak mematuhi pemotongan produksi kolektif yang mereka sepakati pada musim panas lalu. Akibatnya, Saudi mempertimbangkan langkah-langkah radikal, termasuk pakta baru seperti memperdalam pengurangan produksi meskipun Arab Saudi mengabaikan batas produksi yang dipaksakan sendiri kepada masing-masing negara anggota OPEC.
Catatan saja, data CNBC menunjukkan, harga minyak mentah Brent diperdagangkan pada level US$ 63,53 pada Kamis sore waktu New York, atau naik 0,8%. Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS berada di level US$ 58,76, atau sekitar 0,5% lebih tinggi.
Baca Juga: OPEC pangkas produksi, nilai impor minyak Indonesia bisa meningkat
Harga minyak telah mengalami reli dalam sesi perdagangan baru-baru ini, didorong oleh meningkatnya spekulasi tentang potensi pengurangan produksi yang lebih dalam.
Kendati demikian, harga minyak mentah berjangka Brent masih lebih rendah 15% bila dibandingkan dengan puncaknya pada bulan April. Sementara, harga minyak WTI lebih rendah 12% dibandingkan periode yang sama.