Reporter: Puspita Saraswati | Editor: Tri Adi
Menjalankan bisnis vaksin di India bukan tanpa halangan. Pemerintah India sempat melarang ada produksi vaksin. Cyrus Poonwalla melebarkan sayap ke negara lain. Ia bekerjasama dengan perusahaan asing dan memproduksi di beberapa negara lain. Bisnisnya terus melebar. Poonwalla juga ikut masuk ke bisnis hospitality. Ia memiliki Lincoln House dan sempat menawar properti di London. Kekayannya terus moncer hingga bisa mencapai sekitar US$ 8,3 milar.
Perusahaan vaksin milik Cyrus Poonawalla kian berkembang. Namun impian Poonawalla memberantas polio di dunia dengan mengembangkan vaksin berkualitas tinggi dengan harga yang murah, tak selalu berjalan mulus.
Persoalan izin mendirikan pusat produksi vaksin yang rumit hingga larangan dari Pemerintah India untuk memproduksi vaksin suntik polio di dalam negeri pernah menjadi hambatan yang ia hadapi.
Bukannya menyerah Poonawalla malahan berikrar mewujudukan keinginannya. Ia mendorong produksi vaksin perusahaan secara cepat melalui akuisisi Serum Institute of India terhadap Bilthoven Biological of Netherlands di tahun 2012, termasuk mengambil Czech Republic Nanotherapeutics di tahun 2015. Hampir 85% dari total produksi vaksin Serum Institute of India dihasilkan di Belanda dan Czech Republic.
Tahun 2015 juga, Serum Institute of India juga membentuk perusahaan patungan dengan industri pembuat vaksin milik Pemerintah Rusia bernama National Immunobiological Company (NIC).
Untuk tahap awal, Serum Institute of India akan menjual vaksin dengan kisaran nilai US$ 2 juta hingga US$ 3 juta dalam setahun. Kemudian, di tahun 2018 lewat usaha patungan tersebut ditargetkan dapat menjual vaksin dengan kisaran nilai US$ 60 juta hingga US$ 80 juta.
Serum Institute kini telah jadi produsen vaksin terbesar di dunia dengan jumlah dosis yang diproduksi dan dijual secara global lebih dari 1,3 miliar dosis. Di akhir tahun 2016 saja, omzet penjualan vaksin tahunan Serum Institute of India mencapai 4.000 crore rupee dengan 80% pendapatannya berasal dari ekspor.
Dalam perjalanan bisnisnya, Poonwala sempat menjajal memulai produksi mobil mewah. Tapi usaha itu gagal karena mahalnya biaya produksi.
Kini Poonawalla justru menjadi kolektor mobil mewah, sport, helikopter hingga jet pribadi. Setidaknya ada lebih dari 58 koleksi kendaraan mewah milik Poonawalla. Di antaranya Ferrari F-430, Rolls Royce, Bentleys, Cessna 560XL, Citation Excel jet, helikopter Bell 407 dan yang terakhir ia menambah jet bisnis Falcon 900EX menjadi koleksi barunya.
Poonawalla juga memiliki bisnis hospitality. Di Pune, India, Poonawalla memiliki 50% aset dari 200 kamar mewah hotel dengan brand Ritz Carlton. Ia memang telah melakukan diversifikasi bisnis di bidang properti sejak membeli Lincoln House, kemudian 50% kepemilikan saham Ritz Carlton.
Poonwalla sempat menawar Grosvenor House Hotel, sebuah properti hotel yang terletak di kawasan elit London. Ia beradu tawar menawar dengan Keluarga Kerajaan Qatar dan juga Sultan Brunei. Grosvenor House Hotel sendiri merupakan aset paling berharga di dunia, dimiliki oleh Sahara Group yang saat itu mengalami tekanan likuiditas.
Pada penawaran awal, Poonawalla memasang di angka 475 juta. Ia juga sempat menaikkan tawarannya menjadi 550 juta. Tapi pada akhirnya niat tersebut gagal.
Bukan tanpa alasan mengapa Poonawalla getol dalam melakukan penawaran pembelian Grosvenor House Hotel, sebab selain ia dan keluarganya minimal dua kali dalam sebulan selalu bertandang ke London, Poonawalla juga menyadari Grosvenor House Hotel dapat jadi sumber pendapatan yang menjanjikan.
Poonawalla masih terus menjalankan bisnis vaksin hingga menjadi produsen vaksin terbesar di India. Distribusi vaksin perusahaan ini telah mencapai 170 negara. Kekayaannya mencapai US$ 8,3 miliar versi Majalah Forbes.
(Selesai)