kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ451.001,73   8,13   0.82%
  • EMAS1.199.000 0,50%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dolar AS dinilai masih terlalu kuat, Donald Trump mau menggelar perang mata uang?


Selasa, 16 Juli 2019 / 11:44 WIB
Dolar AS dinilai masih terlalu kuat, Donald Trump mau menggelar perang mata uang?


Sumber: CNN | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - NEW YORK. Nampaknya Presiden Amerika Serikat Donald Trump memang benar-benar ingin melemahkan dolar AS untuk memperkuat ekonomi Amerika. Trump telah berulang kali menyebut bahwa the greenback terlalu kuat terhadap mata uang utama lain.

Bahkan, beberapa analis juga menilai bahwa pendapat Trump tersebut mungkin ada benarnya.

Dolar AS yang dinilai terlalu tinggi bisa makin menekan perdagangan luar negeri dan aktivitas manufaktur negara tersebut. Ujungnya, hal ini bisa memberi efek tak baik bagi upaya Trump untuk maju di pemilihan presiden periode kedua di tahun 2020 nanti.

Baca Juga: Proyek pipa mangkrak, Mahathir sita uang 1 miliar ringgit dari anak usaha BUMN China

Dilansir dari CNN, Ada spekulasi yang berkembang bahwa bawahan Trump akan mengambil langkah-langkah nyata yang bertujuan untuk menjatuhkan nilai tukar dolar. Bahkan langkah tersebut diperkirakan akan cukup tajam dan punya potensi yang berbahaya.

Meski sampai saat ini, masih belum jelas soal seberapa efektif strategi semacam itu bila diterapkan. Dan apakah risikonya bisa menjadi bumerang dengan memicu balas dendam dari negara lain, dengan menaikkan harga produk impor dan melemahkan daya beli rumah tangga Amerika.

"Hal tersebut bisa memicu perang mata uang," tulis Bank of America dalam sebuah catatan baru-baru ini kepada kliennya.

Pemerintah AS sendiri memiliki beberapa cara untuk melemahkan dolar. Salah satunya adalah dengan secara eksplisit meninggalkan kebijakan dolar yang kuat, yang telah ada selama lebih dari dua dekade. 

Baca Juga: S-400, Rudal Super Canggih Produksi Rusia yang Buat Turki Berpaling dari AS

Atau Trump dapat memerintahkan Departemen Keuangan untuk menjual dolar sebagai upaya untuk menurunkan nilainya. Namun jenis intervensi semacam itu belum terjadi sejak 1995 silam.

"Kami pikir peluang untuk melakukan intervensi valas secara langsung oleh AS masih terbilang rendah, namun kemungkinannya cukup meningkat," tulis ahli strategi Goldman Sachs Michael Cahill dalam sebuah catatan kepada klien.

Aksi Trump selama ini yang kerap melakukan sebuah kebijakan secara tiba-tiba menjadi salah satu pertimbangkan Cahill bahwa segala sesuatu bisa terjadi.

Sebelumnya pada 3 Juli lalu, Trump mengeluh bahwa China dan Eropa telah melakukan manipulasi mata uang. "Kita harus meladeninya, atau terus menjadi boneka hanya bisa menonton menonton dengan sopan," cuit Trump dalam akun twitternya.

Bulan lalu, Trump juga mengeluh bahwa kebijakan Bank Sentral Eropa menyebabkan jatuhnya euro dan membuat ketidakadilan dengan AS.

Baca Juga: Serangan Trump terhadap anggota Kongres Partai Demokrat disebut rasis

Sementara ada bahwa Trump memang benar tentang terlalu kuatnya dolar. Indeks Big Mac dari The Economist, yang dirilis minggu lalu menunjukkan bahwa hampir semua mata uang undervalued terhadap dolar.

"Trump mungkin memang ada benarnya," kata Stephen Gallo, kepala strategi FX Eropa di BMO Capital Markets.

Dolar AS, yang diukur terhadap sekeranjang mata uang, menguat sejak pertengahan 2016 dan tetap relatif tinggi hingga saat ini. Keuntungan tersebut mencerminkan kelemahan ekonomi di tempat lain di seluruh dunia. 

Selain itu dolar juga menguat justru karena didorong oleh kebijakan Trump sendiri, termasuk merangsang ekonomi AS dengan pemotongan pajak dan deregulasi serta upaya untuk memotong defisit perdagangan AS. "Narasi 'America First' yang didorong oleh Trump pada akhirnya adalah sentimen positif bagi dolar," kata Gallo.




TERBARU

[X]
×