kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Duh, kebijakan 1 anak membahayakan ekonomi China


Selasa, 22 Januari 2013 / 12:11 WIB
Duh, kebijakan 1 anak membahayakan ekonomi China
ILUSTRASI. Choco Ball Cookies yang manis bisa dijadikan suguhan untuk para tamu ataupun sebagai salah satu menu camilan pada bisnis kue kering anda (Dok/Unilever Food Solutions)


Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

BEIJING. Pemerintah China sepertinya mulai harus mempertimbangkan untuk menghentikan kebijakan kerasnya, yakni kebijakan satu keluarga satu anak. Sebab, saat ini, banyak wanita yang mulai mempertimbangkan untuk tidak memiliki banyak anak.

Ambil contoh, Hu Yanqin, yang tinggal di desa dekat Gobi desert. Saat Hu menikah dengan pekerja konstruksi tujuh tahun lalu, dia sudah mengetahui bahwa dirinya hanya akan memiliki satu anak saja, kendati di desanya yang terletak di provinsi Gansu tidak menetapkan kebijakan tersebut. Sejak 1985, penduduk di desa ini memiliki kebebasan untuk memiliki dua anak.

"Mereka yang memiliki dua anak hanya mereka yang mampu saja. Mayoritas keluarga di desa saya hanya punya satu anak," tambahnya.

Dari pernyataan Hu tersebut dapat diketahui bahwa dengan melakukan reformasi atas kebijakan satu anak ini belum tentu akan mendongkrak jumlah populasi di China.

Sekadar informasi, angka kelahiran di povinsi Jiuquan berada di posisi 8-9 per 1.000 penduduk. Angka tersebut lebih rendah dari rata-rata angka lahiran nasional yang mencapai 12 per 1.000 penduduk.

Kebijakan yang diimplementasikan sejak 1980 bersama reformasi untuk memacu pertumbuhan ekonomi itu saat ini dinilai sebagai masalah sosial yang cukup serius.

Berdasarkan proyeksi analis, tenaga kerja China yang saat ini berada di level 930 juta, akan mulai menurun di 2025 dengan rata-rata penurunan sebanya 10 juta per tahun. Sementara, populasi orang tua di CHina akan menyentuh 360 juta pada 2030 dari sebelumnya 200 juta di 2013.

"Jika kondisi ini terus berlangsung, maka tidak akan ada pembayar pajak, tidak ada pekerja, dan tidak ada penderma bagi warga tua," jelas Gu Baochang, profesor ahli demografi di Universitas Renmin.

Sementara, ahli statistik terkemuka China, Ma Jiantang, bilang bahwa China harus mereview kembali kebijakan keluarga yang lebih baik setelah data populasi angkatan kerja yang berusia 15-59 tahun menurun untuk kali pertama.

Para ekonom juga menilai, kebijakan tersebut juga mempengaruhi tingginya tingkat menabung di China. Sebab, anak tunggal harus membiayai dua-atau empat untuk kasus anak yang sudah menikah- bagi orangtuanya yang sudah pensiun. Hal itu menyebabkan mereka memilih untuk menyimpan dananya di hari tua dibanding menggunakannya.

Hal ini yang lantas menghambat pertumbuhan ekonomi China karena rendahnya tingkat konsumsi.



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×