Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - RIYADH. Kelompok pemberontak Houthi di Yaman mengatakan pihaknya bertanggungjawab atas serangan dua kilang di jantung industri minyak Arab Saudi pada Sabtu (14/9). Hal ini menghancurkan lebih dari separuh produksi minyak negara kerajaan tersebut. Kejadian ini diprediksi akan mengirim harga minyak meroket dan semakin meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
Melansir Reuters, berdasarkan pernyataan dari Saudi Aramco, serangan ini memangkas produksi minyak Arab Saudi sebesar 5,7 juta barel per hari atau lebih dari 5% suplai minyak global.
Serangan sebelum fajar ini menyusul serangan lintas batas sebelumnya pada instalasi minyak Saudi dan kapal tanker minyak di perairan Teluk. Akan tetapi, serangan ini merupakan serangan yang paling agresif dan berhasil melumpuhkan produksi negara untuk sementara waktu. Reuters menyebut, Arab Saudi adalah pengekspor minyak terbesar di dunia dengan mengekspor lebih dari 7 juta barel minyak ke negara-negara tujuan global setiap hari. Selama bertahun-tahun, Arab Saudi telah berfungsi sebagai pemasok utama ke pasar minyak global.
Baca Juga: Fasilitas minyak Saudi Aramco terbakar setelah serangan drone
Meski kelompok pemberontak Houthi mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo menyalahkan hal ini kepada Iran. Dia menulis cuitan di Twitter bahwa "tidak ada bukti serangan tersebut datang dari Yaman."
"Di tengah semua seruan untuk de-eskalasi, Iran kini telah meluncurkan serangan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap pasokan energi dunia," kata Pompeo.
Melansir kantor berita Arab Saudi, SPA, Penguasa de facto Saudi, Putra Mahkota Mohammed bin Salman mengatakan kepada Presiden AS Donald Trump melalui telepon bahwa Riyadh memiliki kemauan dan kemampuan untuk menghadapi dan menangani agresi teroris ini.
Amerika Serikat mengutuk serangan itu. Menurut Gedung Putih, Trump mengatakan kepada putra mahkota bahwa Washington siap bekerja dengan Arab Saudi untuk menjamin keamanannya. Departemen Energi AS juga mengatakan siap menggelontorkan minyak dari cadangan minyak strategisnya jika diperlukan.
Baca Juga: Global spare oil capacity in U.S. hands after Saudi outage
Menteri Energi AS Rick Perry juga bilang, departemennya akan bekerja sama dengan Badan Energi Internasional, yang mengkoordinasikan kebijakan energi negara-negara industri, jika tindakan global diperlukan.
Arab Saudi, yang memimpin koalisi Muslim Sunni yang melakukan intervensi di Yaman pada 2015 terhadap Houthi, menuding Iran Syiah atas serangan sebelumnya, yang langsung dibantah Teheran. Riyadh juga menuduh Iran mempersenjatai Houthi, tuduhan yang dibantah oleh kelompok itu dan Teheran.
Sementara itu, masih melansir Reuters, CEO Aramco Amin Nasser mengatakan tidak ada korban dari serangan itu.
Menteri Energi Saudi Pangeran Abdulaziz bin Salman mengatakan Aramco akan mendapatkan lebih banyak informasi dalam waktu 48 jam, dan mereka akan mengeluarkan cadangan minyak untuk mengkompensasi kerugian. Aramco saat ini sedang dalam proses menggelar penawaran umum perdana yang disebut-sebut sebagai IPO terbesar di dunia.
Baca Juga: Kali pertama dalam sejarah, Arab Saudi punya menteri energi baru seorang pangeran
Jantung pasar minyak
Abqaiq berjarak 60 km (37 mil) barat daya dari markas Dhahran Aramco. Pabrik pengolahan minyak menangani minyak mentah dari ladang minyak konvensional terbesar di dunia, Ghawar supergiant, dan untuk ekspor ke terminal Ras Tanura - fasilitas pemuatan minyak lepas pantai terbesar di dunia - dan Juaymah. Abqaiq juga menyalurkan minyak ke barat melintasi kerajaan ke terminal ekspor Laut Merah.
"Abqaiq mungkin merupakan fasilitas paling kritis di dunia untuk pasokan minyak," kata Jason Bordoff, yang menjalankan Pusat Kebijakan Energi Global di Universitas Columbia dan bertugas di Dewan Keamanan Nasional AS selama masa kepresidenan Barack Obama. "Risiko eskalasi regional yang mendorong harga minyak saat ini naik secara signifikan."