Reporter: Dyah Megasari, Reuters, Financial Times |
FRANKFURT. European Central Bank (ECB) mulai mengkhawatirkan potensi perpecahan antar anggota Uni Eropa (UE). Tak mau hal itu terjadi, Presiden ECB Mario Draghi memperingatkan UE bergegas mengambil keputusan besar agar krisis di Benua Biru itu tak berlarut-larut.
Ucapan Draghi tersebut menjadi hal yang sangat tabu dikeluarkan oleh bank sentral. Sebelumnya, belum pernah ada dalam sejarah pejabat bank sentral melontarkan potensi perpecahan UE.
Secara perlahan, Draghi juga menurunkan ekspektasi pasar terhadap peranan ECB dalam memerangi krisis utang UE. Beberapa hal yang dilakukan adalah mengurangi eksposur bank sentral di obligasi anggota UE.
Ia menginginkan pembahasan lebih dalam mengenai arah UE yang telah bersatu selama 13 tahun. Mantan Gubernur Bank Sentral Italia ini menekankan adanya risiko besar di dalam krisis utang Eropa. Krisis, tak hanya merugikan Eropa melainkan mengguncang pasar global.
Sebelumnya, saat menduduki kursi tertinggi ECB pada 1 November 2011, Draghi mengungkapkan bahwa negara-negara yang tengah berjuang keluar dari krisis namun sudah keluar dari keanggotaan UE menghadapi masalah yang lebih besar ketimbang negara yang masih dalam lingkaran EU.
"Mereka yang keluar dan melakukan devaluasi mata uang akan menghadapi lonjakan inflasi. Mereka akan kesulitan lari dari reformasi struktural yang mungkin tetap diterapkan, tetapi masih dalam posisi yang kurang menguntungkan," nilai Draghi.
Sedangkan bagi negara-negara yang tetap memilih bertahan, traktat Uni Eropa kemungkinan akan dilanggar. "Pasar tidak akan tahu kapan hal ini akan benar-benar berakhir," ujarnya memberikan pandangan.