kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45899,07   -9,47   -1.04%
  • EMAS1.358.000 -0,37%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Efek domino pilihan meninggalkan UE bagi Inggris


Senin, 27 Juni 2016 / 21:45 WIB
Efek domino pilihan meninggalkan UE bagi Inggris


Sumber: BBC | Editor: Yudho Winarto

DALAM kurun waktu ini, Inggris diprediksi bakal mengalami efek domino di bidang ekonomi skala besar akibat pilihan keluar dari Uni Eropa, yang selama ini memungkinkan pergerakan bebas barang dan manusia.

Dampak buruk ekonomi itu tidak hanya dalam kaitan antara Inggris dan 27 negara anggota Uni Eropa, tetapi juga antara Inggris dengan negara-negara di luar Eropa.

Hal itu disampaikan oleh dosen senior SOAS, Universitas London, Dr Ben Murtagh, yang fasih berbahasa Indonesia dari Departemen Asia Tenggara.

"Karena pasti ada banyak pusat perusahaan, pusat bank, dan lain sebagainya yang berada di Inggris karena Inggris berada di dalam Uni Eropa. Kalau Inggris tidak lagi di dalam Uni Eropa, mungkin kantor pusat perusahaan, bank dan lain sebagainya akan pindah ke negara-negara lain dan pasti itu masalah besar," jelas Murtagh dalam wawancara dengan wartawan BBC Indonesia, Rohmatin Bonasir, Senin (27/6).

Menteri urusan bisnis Inggris, Sajid Javid, telah mengeluarkan seruan agar dunia usaha tidak panik menyusul hasil referendum yang menunjukkan mayoritas rakyat Inggris memilih keluar dari Uni Eropa atau sering disebut 'Brexit'.

"Fundamental ekonomi kita tetap kuat. Fundamental-fundamental itu cukup kuat untuk menghadapi volatilitas pasar jangka pendek," tegasnya.

Proyek Eropa

Namun menurut Dr Murtagh -sebagaimana diungkapkan oleh sejumlah kalangan lain- persoalan ekonomi yang menghadang Inggris jauh lebih besar dibandingkan dengan kehadiran imigran di negara ini. Dan masalah ekonomi ini punya efek domino.

"Saya kerja di universitas dan banyak sekali rekan saya di sini warga negara Eropa dan mereka tak tahu apa masa depan mereka. Takut sekali," tambah Murtagh.

Ketakutan itu, lanjutnya, tidak hanya dirasakan oleh kalangan akademisi dari negara-negara Uni Eropa tetapi juga mereka dari luar Eropa, antara lain karena adanya ketidakpastian masa depan proyek-proyek akademis yang sedang berlangsung.

Hal senada juga disampaikan oleh peneliti pada Lembaga Perubahan Sosial, Universitas Manchester, Dr Gindo Tampubulon.

"Jangka pendeknya memang jelek. Kita sudah melihat bahwa ada kontrak-kontrak dari Eropa yang kemudian diputuskan, lantas karyawannya direlokasi. Dan buat saya sendiri yang punya beberapa proyek bersama Eropa, kita ketar-ketir apakah proyek ini pada tahun kedua atau tahun ketiga akan tetap dijalankan seperti rencana."

Stabilitas baru, menurutnya, bisa terwujud dalam tempo dua tahun mendatang jika para pemimpin baik kubu Keluar maupun Tetap di Uni Eropa memberikan jalan keluar jelas tentang apa yang bisa dipertahankan dan apa yang bisa diubah.

Arah menuju kemungkinan keterpurukan ekonomi itu dapat dilihat dari pergerakan pasar keuangan begitu hasil referendum diumumkan pada Jumat (24/06). Saham-saham berjatuhan dan mata uang Inggris pound sterling turut anjlok.

Dalam perdagangan Senin (27/06), mata uang pound sterling menyentuh titik terendah selama 31 terakhir terhadap dolar.




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×