Sumber: Reuters | Editor: Avanty Nurdiana
KONTAN.CO.ID - BEIJING. Pertumbuhan ekonomi China melambat ke tingkat terendah dalam setahun pada kuartal III-2025. Ini seiring lemahnya permintaan domestik, yang membuat negara tersebut semakin bergantung pada produksi manufaktur dan ekspor. Ini memicu kekhawatiran ketidakseimbangan struktural yang semakin dalam.
Ketergantungan ekonomi China terhadap ekspor di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan dengan Amerika Serikat (AS) memunculkan pertanyaan tentang bagaimana China memitigasi agar tetap bisa tumbuh secara berkelanjutan.
Kekhawatiran ini menjadi fokus utama dalam pembahasan kebijakan di China, meskipun data produk domestik bruto (PDB) yang dirilis Senin (20/10) menunjukkan pertumbuhan 4,8% pada kuartal III-2025, sesuai proyeksi.
Realisasi ini menjaga peluang pertumbuhan ekonomi China mencapai 5% tahun ini. Plus, kemungkinan akan ada bantuan stimulus tambahan. "China berada di jalur untuk mencapai target pertumbuhan tahun ini, mungkin akan ada penurunan urgensi kebijakan," kata Lynn Song, Kepala Ekonom ING, dikutip Reuters.
Kinerja domestik
Namun lemahnya kepercayaan berdampak pada konsumsi, investasi, dan penurunan harga properti. Data ekspor terbaru juga menunjukkan China mampu mendiversifikasi pasar dari AS, yang merupakan negara konsumen terbesar di dunia.
Penjualan ekspor ke AS turun 27% secara tahunan di September. Tapi pengiriman ke Uni Eropa, Asia Tenggara, dan Afrika masing-masing naik 14%, 15,6%, dan 56,4%.
Meski begitu, pasar domestik yang lesu masih menjadi hambatan bagi dunia usaha. Ini terlihat dari penjualan ritel yang turun ke titik terendah dalam 10 bulan.
Pertumbuhan PDB kuartal III sebesar 4,8%, lebih rendah dibanding 5,2% pada kuartal II, namun sesuai dengan survei prediksi Reuters. Secara kumulatif, ekonomi tumbuh 5,2% selama Januari–September dibandingkan tahun lalu, menunjukkan target pemerintah sekitar 5% masih bisa dicapai.
Secara kuartalan, PDB China naik 1,1% pada kuartal ketiga, lebih tinggi dari perkiraan 0,8%. Ketegangan perdagangan menyoroti kerentanan struktur ekonomi China yang timpang.
Kondisi ini menimbulkan harapan para pemimpin China akan mulai menerapkan reformasi sulit untuk mengalihkan pertumbuhan ke arah konsumsi domestik.
Meskipun pertumbuhan ekspor China sempat pulih pada September, banyak data menunjukkan ekonomi terbesar kedua di dunia ini kehilangan momentum, plus ada tekanan deflasi.