Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - TOKYO. Tekanan dari tarif tinggi Amerika Serikat (AS) mulai menggigit ekonomi Jepang.
Ekspor Jepang tercatat turun 1,7% (YoY) pada Mei 2025, penurunan pertama dalam delapan bulan terakhir, menurut data Kementerian Keuangan Jepang yang dirilis Rabu (18/6).
Baca Juga: Utang Luar Negeri Pemerintah Capai US$ 208 Miliar, Jepang Kreditur Terbesar
Pelemahan ini sebagian besar dipicu oleh anjloknya pengiriman mobil ke pasar AS akibat tarif 25% yang diberlakukan Washington terhadap industri otomotif, sementara tarif balasan sebesar 24% siap diberlakukan mulai 9 Juli jika tidak ada kesepakatan dagang yang dicapai.
“Tarif Amerika Serikat memberikan pukulan langsung terhadap sektor manufaktur kami, terutama otomotif, yang selama ini menjadi tulang punggung ekspor,” ujar seorang pejabat senior Kementerian Perdagangan Jepang seperti dikutip Reuters.
Ekspor ke Amerika Serikat anjlok 11,1%, sedangkan ekspor ke China merosot 8,8%. Data ini menunjukkan pelemahan menyeluruh permintaan eksternal yang mengancam keberlanjutan pemulihan ekonomi Jepang.
Di sisi lain, impor turun 7,7% (yoy), lebih dalam dari perkiraan pasar 6,7%. Neraca perdagangan Jepang pun mencatat defisit sebesar 637,6 miliar yen (setara US$ 4,39 miliar), meski masih lebih kecil dibandingkan proyeksi defisit 892,9 miliar yen.
Baca Juga: Produk Biomassa Asal Indonesia Raup Transaksi Rp 1,04 Triliun di Jepang
Ancaman Resesi dan Dilema Bank Sentral
Penurunan ekspor terjadi di tengah kondisi konsumsi domestik yang lesu. Ekonomi Jepang telah mengalami kontraksi pada kuartal I-2025, dan tekanan dari sisi eksternal ini bisa memperparah risiko resesi.
Menurut Japan Research Institute, jika seluruh rencana tarif diberlakukan, ekspor Jepang ke AS bisa jatuh hingga 30%, menggerus sekitar 1 poin persentase dari PDB nasional.
Baca Juga: PM Jepang Ishiba akan Bertemu Trump di Kanada, Desak Pencabutan Tarif Otomotif
Sebagai catatan, ekspor Jepang ke AS tahun lalu mencapai 21 triliun yen, dengan kendaraan bermotor menyumbang sekitar 28% dari total tersebut.
Situasi ini turut menyulitkan Bank of Japan (BoJ) yang sedang berupaya menormalkan kebijakan moneternya.
BoJ sendiri menahan suku bunga pada pertemuan Selasa (17/6) dan menyatakan akan memperlambat laju pengetatan neraca pada tahun depan.
“Kebijakan fiskal Amerika Serikat saat ini menciptakan ketidakpastian global yang memengaruhi stabilitas sektor ekspor Jepang,” ujar seorang ekonom dari Daiwa Institute of Research.
Sementara itu, Perdana Menteri Shigeru Ishiba masih berupaya menjalin kesepakatan dengan Presiden AS Donald Trump, meskipun negosiasi perdagangan sejauh ini belum membuahkan hasil.