Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Kinerja ekspor domestik non-migas (non-oil domestic exports/NODX) Singapura turun sebesar 3,5% secara tahunan (year-on-year/YoY) pada Mei 2025, menurut data pemerintah yang dirilis Selasa (17/6).
Penurunan ini mengejutkan pasar karena berbanding terbalik dengan proyeksi jajak pendapat Reuters yang memperkirakan pertumbuhan 8% YoY.
Pada bulan sebelumnya, ekspor justru mencatat kenaikan signifikan sebesar 12,4%.
Baca Juga: Indonesia dan Singapura Perkuat Enam Kerja Sama
Penurunan ekspor terutama disebabkan oleh melemahnya pengiriman produk petrokimia, emas non-moneter, dan mesin khusus.
Sementara itu, ekspor elektronik mencatat sedikit peningkatan.
Enterprise Singapore tidak merilis rincian terkait perubahan ekspor secara bulanan yang telah disesuaikan secara musiman.
Dari sisi negara tujuan, ekspor Singapura ke Taiwan, Indonesia, Korea Selatan, dan Hong Kong mengalami kenaikan secara tahunan pada Mei. Sebaliknya, ekspor ke Amerika Serikat, Thailand, dan Malaysia tercatat menurun.
Prospek ekonomi Singapura masih dibayangi ketidakpastian karena perlambatan perdagangan global, yang dipicu oleh kebijakan tarif tinggi dari Amerika Serikat (AS).
Baca Juga: Bertolak dari Singapura, Presiden Prabowo Lanjutkan Kunjungan ke Rusia
Pada April lalu, pemerintah Singapura memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi 2025 menjadi 0% hingga 2%, dari sebelumnya 1% hingga 3%.
Otoritas memperingatkan bahwa negara ini menghadapi risiko resesi dan potensi kehilangan lapangan kerja.
Menteri Perdagangan dan Industri Gan Kim Yong mengatakan pada Mei lalu bahwa Singapura sedang bernegosiasi dengan AS terkait potensi konsesi tarif untuk produk farmasi, setelah Presiden Donald Trump mengancam akan memberlakukan bea masuk baru untuk sektor tersebut.
Meski demikian, AS tidak menunjukkan tanda-tanda akan mencabut tarif 10% yang telah dikenakan terhadap sejumlah produk asal Singapura.
Baca Juga: Ekspor Listrik Hijau ke Singapura Dimatangkan, Pemerintah Prioritaskan Swasta
Sebagai salah satu ekonomi paling terbuka di dunia, Singapura kerap dianggap sebagai indikator awal (bellwether) bagi kesehatan perdagangan global, mengingat volume perdagangan internasionalnya jauh melampaui skala ekonominya sendiri.