Sumber: Reuters | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lonjakan harga emas yang menembus level US$4.000 per ons telah memicu reli besar di pasar logam mulia lainnya.
Kekhawatiran investor meningkat terhadap kebijakan ekonomi tidak konvensional pemerintahan Presiden Donald Trump, yang dikhawatirkan akan menggeser tren global dari de-dolarisasi menuju pelemahan nilai dolar AS secara langsung.
Logam mulia lain seperti perak, platinum, dan paladium menikmati kenaikan tajam sepanjang tahun ini seiring meningkatnya kecemasan investor terhadap ketidakpastian geopolitik dan ekonomi dunia.
Baca Juga: Harga Emas Dunia Masih Nangkring di Atas US$4.000 per Ounce
Upaya Trump untuk merombak sistem perdagangan global telah menimbulkan kekhawatiran di berbagai ibu kota dunia dan ruang rapat korporasi besar.
Emas Jadi “Paling Rendah” di Antara Reli Logam Mulia
Meskipun harga emas melonjak 53,8% secara year-to-date (YTD) — reli terbesar dalam hampir setengah abad — emas justru menjadi yang paling rendah performanya dibanding tiga logam mulia lain.
-
Platinum memimpin reli dengan kenaikan 83,6% YTD.
-
Perak mencatat rekor tertinggi baru di US$49,57 per ons, naik 70,4% sepanjang tahun.
-
Paladium juga menanjak 60,5%, terdorong lonjakan harga bulan lalu.
Investor Beralih ke “Debasement Trade”
Menurut analisis J.P. Morgan, tren ini dikenal sebagai “debasement trade”, di mana investor beralih ke logam mulia dan aset riil sebagai penyimpan nilai yang lebih aman.
Mereka khawatir kebijakan ekonomi dan politik Trump, termasuk serangan terhadap independensi Federal Reserve, akan mengikis dominasi dolar AS di sistem keuangan global.
Baca Juga: Dilanda Profit Taking, Harga Emas Hari Ini Tergelincir dari Rekor Tertinggi
Analis pertambangan Taylor McKenna dari Kopernik Global Investors di Tampa, Florida, memperkirakan harga emas masih berpotensi naik, namun dengan laju yang lebih lambat.
“Kami masih menyukai emas, tapi tidak sebesar sebelumnya,” ujarnya kepada Reuters bulan lalu, menambahkan bahwa harga tinggi berisiko mendorong eksplorasi tambang baru yang bisa menambah pasokan di masa depan.
Emas Kalahkan Euro sebagai Aset Cadangan Global
Menurut laporan Bank Sentral Eropa (ECB) pada Juni 2024, emas kini telah melampaui euro sebagai aset cadangan terbesar kedua di dunia setelah dolar AS.
Reli emas yang berkelanjutan sejak itu membuat nilai kepemilikan emas bank sentral melampaui obligasi pemerintah AS (U.S. Treasuries).
Data terbaru IMF untuk kuartal II 2025 menunjukkan bahwa emas kini menyumbang 24% dari total aset cadangan global, naik dari 23,3% pada kuartal sebelumnya — rekor tertinggi sepanjang sejarah.
Strategi Investor: Fokus pada Aset Nyata
Kepala strategi BCA Research, Marko Papic, menilai investor sebaiknya tidak berspekulasi melawan pasar obligasi atau saham AS akibat kebijakan Trump.
“Sebaliknya, investor harus masuk ke aset riil. Untuk saat ini, kami paling menyukai paladium,” tulis Papic dalam risetnya.
Analis logam mulia utama HSBC, James Steel, menambahkan bahwa reli perak sangat terkait dengan rekor harga emas. HSBC bahkan menaikkan proyeksi harga rata-rata perak menjadi US$38,56 per ons pada 2025 dan US$44,50 per ons pada 2026.
Baca Juga: Cadangan Emas Global Lampaui Surat Utang AS, Apa Artinya?
“Emas memiliki daya tarik gravitasi yang kuat terhadap perak,” tulis Steel. “Kenaikan emas menarik minat pembelian tambahan pada perak, terutama dari investor yang belum sempat memanfaatkan reli emas sebelumnya.”
Platinum Diprediksi Jadi Pemenang Berikutnya
Menurut McKenna, platinum berpotensi unggul dibanding emas dalam jangka menengah. Meskipun telah naik signifikan, harganya masih belum menyamai kenaikan emas, padahal secara historis keduanya memiliki korelasi ketat.
Diskon harga platinum terhadap emas diperkirakan akan mendorong peningkatan investasi di tambang baru — terutama tambang emas — yang justru bisa mengurangi pasokan di pasar dan memperkuat posisi platinum sebagai pilihan menarik bagi investor.